Wednesday, February 13, 2013

macam - macam sistem pembelajaran


BAB I
PENDAHULUAN

Mengajar merupakan pekerjaan professional yang tidak bisa lepas dari berbagai macam problema, apalagi yang dihadapi masyarakat yang dinamis. Guru sebagai pendidik dan pengajar dalam melaksanakan tugasnya sering menemukan problema-problema yang dari waktu kewaktu selalu berbeda, apalagi bila dihubungkan dengan keperluan perorangan atau kemasyarakatan, maka keanekaan problematika tersebut makin luas. Sabenarnya problematika tersebut datang dari implikasi dinamika masyarakat itu sendiri, yaitu menunjukkan hidup manusia menuntut kemajuan-kemajuan yang perlu dipenuhi oleh masyarakat itu sendiri. Akan tetapi problema yang menuntut kepada penelitian yang cermat mengenai sumber-sumber penyebabnya dan akibat-akibat apa yang akan timbul bila tidak terselesaikan.
Oleh karena itu dalam melaksanakan tugasnya, guru mempunyai banyak problema yang terkait dengan anak didik, kurikulum, metode pengajaran, dan tuntutan umum yang lainnya. Dari berbagai dinamika dan problem-problem diatas, guru masih dituntut untuk bersikap professional, walaupun tidak didukung dengan sarana yang layak, jadi disini kerja guru ekstra atau harus bekerja secara optimal.

A.    Latar Belakang Masalah

Pengembangan system pembelajaran (instruksional) merupakan suatu bentuk pembaharuan sistem insruksional yang banyak dilakukan dalam rangka pembaharuan system pendidikan, dengan maksud agar sistem tersebut dapat lebih serasi dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serasi pula dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan utama meningkatkan produktifitas dan efiensi proses pembelajaran.
Namun demikian, pendekatan yang sistematis dalam kegiatan instruksional ini dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, dan dengan sebutan yang berbeda-beda pula. Sebutan itu diantaranya adalah : pengembang instruksional, pengembangan system instruksional, pengembangan produk instruksional. Tetapi istilah popular yang lazim digunakan adalah “pengembangan instruksional (pembelajaran) yang merupakan padanan dari istilah “instructional development”  istilah yang disebutkan terakhir ini merupakan istilah resmi yang di bakukan oleh organisasi profesi AECT (Association for Educational Communication and Technology) di Amerika Serikat.
Dalam operasionalnya pengembang sistem instruksional ini dapat dilaksanakan untuk jangka pendek maupun jangka panjang dapat dilaksanakan satu topic sajian, satu periode latihan, satu semester, satu bidang study, bahkan satu sistem yang lebih besar lagi.
Atas dasar itula Gustafon (dalam sadiman, 1986: 13) membedakan adanya tingkatan atau level pengembangan sistem instruksional yakni : (a) tingkatan kelas, (b) tingkatan sistem, (c) tingkatan produk, dan (d) tingkatan organisasi. Setipa tersebut memiliki fungsi dan model-model berbeda antara satu dengan lainnya.
Di Indonesia, pengembangan sistem pembelajaran merupakan hal yang relative baru. Pertama kali digunakan pada tahun 1972 oleh badan pengembangan pendidikan (sekarang badan penelitian dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan). Dengan nama populernya PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional).Bahkan perguruan tinggi baru mengenal dan mengunakan model sistem instruksional ini pada tahun 1976. Sejak saat itu pengembangan dan pengunaan model-model pengembangan sistem instruksional sangat berkembang pesat saat ini.

B.     Pengertian Sistem Instruksional
Istilah system diartikan sebagai suatu konsep yang abstrak. Definisi secara sederhana menyatakan bahwa sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan[1].
Sistem asal katanya “system” yang diterjemahkan oleh Wong dan Raulerson diartikan sebagai suatu perangkat dari bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberapa bentuk hubungang saling mempengaruhi. Contohnya system tata surya, system perencanaan, sisitem kekerabatan.
Sedangkan “Instruction” yang diterjemahkan menjadi “pembelajaran atau pengajaran” dan “bahan instruksi” dalam arti perintah, oleh Saylor Alexander (1976) diartikan sebagai pelaksanaan kurikulum atau dalam pengertian lebih khusus “instruction” merujuk pada “proses belajar mengajar”. Jadi “sistem instruksional” digunakan untuk menunjukkan suatu “proses belajar mengajar” atau “proses pengajaran” atau lebih tepat lagi “proses pembelajaran”

C.    Tujuan Pembahasan
Dari pembahasan makalah ini maka diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam memeahami pembahasan ini dan untuk menambah wawasan pembaca


BAB II
Sistem Instruksional

A.    Pengetian Sistem lnstuksional
Sistem lnstuksional terbentuk oIeh dua konsep System dan instruction. System yang untuk selanjutnya diterjemahkan menjadi sistem (dibaca sistem) dan Raulerson (1973:9) diartikan sebagai a set of parts united by some form of interaction (artinya: suatu perangkat dan bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberapa bentuk hubungan saling mempengaruhi).
Instruction yang diterjemahkan menjadi pembelajaian atau pengajaran danbahan instruksi dalam arti perintah, oleh Saylor dan Alexander (1976) diartikan sebagai pelaksanaan kurikulum (curriculum implementation) atau dalam pengertian yang lebih khusus, instrution merujuk pada proses belajar-mengajar teching-learning-prosess).
Bertolak dari konsep-konsep tersebut istilah sistem instruksional digunakan untuk menunjukkan suatu proses belajar-mengajar atau proses pengajaran atau lebih tepat lagi proses pembelajaran. Dibandingkan dengan sistem yang lain lebih-lebih sistem yang bersifat alami seperti sistem tata surya, sistem instruksional memiliki ciri yang khas, yaitu adanya tujuan (purpose, goal, objectives).
Sistem instruksional sekurang-kurangnya memiliki dua dimensi yaitu dimensi rencana (a plan) dan dimensi proses yang nyata (a reality). Dalam dimensi rencana sistem instruksional merujuk pada prosedur atau langkah-langkah yang seyogianya dilalui dalam mempersiapkan terjadinya proses belajar mengajar. Dalam dimensi realitas sistem instruksional merujuk pada interaksi kelas atau “the classroom system” menurut konsep Wong dan Raulerson (1973) kedua dimensi itu secara konseptual merupakan suatu sistem kurikulum yang dengan sendirinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan.
Model sistem instruksional adalah metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yang sering dipakai oleh banyak tenaga pengajar, model instruksional yaitu suatu model yang terdiri atas empat komponen yang secara hakiki berbeda satu sama lainnya, model ini menitikberatkan pembuatan keputusan intelektual oleh guru sebelum dan sesudah pengajaran dan oleh karenanya, sebenarnya lebih berupa suatu model perencanaan dan penilaian dari suatu model “prosedur mengajar” pertama menentukan tujuan-tujuan instruksional secara spesifik dalam bentuk perilaku siswa.
Kedua mengadakan penilaian pendahuluan terhadap keadaan siswa pada saat ini dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan instruksional tersebut. Dan ketiga menilai pencapaian tujuan-tujuan tersebut oleh siswa.
Jadi, sistem instruksional merupakan tatanan aktivitas belajar mengajar yang mengandung dimensi perencanaan kegiatan belajar mengajar. Sebagai perencanaan dan pelaksanaan sistem instruksional merujuk pada langkah – langkah yang sebaiknyaditempuh dalam menetapkan tujuan, isi, proses dan evaluasi pengajaran.
B.     Ciri – Ciri Sistem Instruksional
Pada hakikatnya proses belajar mengajar merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berinteraksi dan kerja sama secara terpadu dan harmonis dalam mencari tujuan belajar mengajar. Agar seluruh komponen dalam sistem belajar mengajar tersebut dapat berdaya guna secara efektif, maka guru sebagai seseorang yang bertugas sebagai pengelola belajar mengajar hendaknya mampu merencanakan, mengembangkan dan mengevaluasi terhadap seluruh komponen dalam sistem belajar mengajar atau guru harus mampu melakukan usaha pengembangan sistem instruksional.
Sedangkan untuk mendukung tercapainya pengembangan sistem instruksional, perlu mengetahui ciri – ciri dari sistem instruksional yang bisa dilihat dalam penjabaran fungsi, tujuan dan komponen dalam sistem instruksional.
C.    Fungsi Sistem Instruksional
Sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, dalam rangka perbaikan situasi pengajaran dan pendidikan.
Sebagai pedoman guru dalam mengambil keputusan instruksional, yang meliputi :
ü  Mengidentifikasi kebutuhan dan karakteristik peserta didik.
ü  Menentukan tujuan instruksional.
ü  Menentukan strategi belajar mengajar.
ü  Menentukan materi pelajaran.
ü  Menentukan materi dan alat peraga.
ü  Menentukan evaluasi pengajaran.
ü  Sebagai alat pengontrol atau evaluasi, kesesuaian antara perencanaan instruksional dengan pelaksanaan belajar mengajar.
ü  Sebagai balikan atau feed back bagi guru tentang keberhasilan pelaksanaan belajar mengajar, dalam rangka melakukan perbaikan situasi pengajaran dan pendidikan


D.    Tujuan sistem instruksional

Model Pengembangan Sistem Instruksional
 Secara umum istilah “ model ” diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman aatau acuan dalam mel;akukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain “ model “ juga diartikan sebaagai barang aatau benda tiruan dari benda sesungguhnya.
Sedangkan sistem instruksional dibentuk oleh dua konsep, yaitu “ sitem “ dan “ instruksional “.  Syistem “ yang untuk selanjutnya diterjemahkan menjadi “sistem” (dibaca sistem) oleh Wong dan Raulerson (1973:9) diartikan sebagai “a set of parts united by some form of interaction” (artinya: suatu perangkat dari bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberapa bentuk hubungan saling mempengaruhi). Contohnya sistem tata surya, sistem pencernaan, sistem kekerabatan, sistem telepon. “instruction” yang diterjemahkan menjadi “pembelajaran atau pengajaran” dan “bahan instruksi” dalam arti perintah, oleh Saylor dab Alexander (1976) diartikan sebagai pelaksanaan kurikulum (curiculum implementation) atau dalam pengertianyang lebih khusus “instruction” merujuk pada “proses belajar mengajar” (teaching-learning process). Bertolak dari konsep-konsep tersebut istilah “sistem instruksional” digunakan untuk menunjukkan suatu “proses belajar mengajar” atau “proses pembelajaran”. Dibandingkan dengan sistem yang lain lebih-lebih sistem yang bersifat alami seperti sistem tata surya, sistem instruksional memiliki ciri khas, yaitu adanya “tujuan” (purpose, goal, objectives). Hal ini tentu dapat anda pahami karena seperti telah anda pelajari dalam modul pertama adanya tujuan merupakan ciri utama dari proses pendidikan.di samping itu ada dua unsur lainnya yakni komponen dan proses . antara tujuan tujuan komponen, dan proses terdapat hubungan yang saling menentukan seperti dapat digambarkan sebagai berikut :

Sistem instruksional sekurang- kurangnya memiliki dua dimensi yaitu dimensi rencana (a plan) dan dimensi proses yang nyata (a reality). Dalam dimensi rencana sistem instuksional merujuki pada prosedur atau langkah-langkah yang seyogianya dilalui dalam mempersiapkan terjadinya proses belajar-mengajar. Dalam dimensi realita sistem instruksional merujuk pada interaksi kelas atau “the classroom system” menurut konsep Wong atau Raulerson (1973) kedua dimensi itu secara konseptual merupakan suatu sistem kurikulum yang dengan sendirinya merupakan bagian  yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan.






E.      Proses Pengembangan Sistem Instruksional
Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem instruksional bisa meliputi dua cara:
1. Dengan pendekatan secara empiris
Proses ini dilaksanakan tanpa menggunakan dasar-dasar teori secara sistematis. Di sini paket atau bahan pengajaran disusun berdasar pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu hasilnya diamati. Bila hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, materi pengajaran tersebut direvisi dan pekerjaan penyusunan paket (materi) penga­jaran diulang.
Adapun pendekatan semacam ini mempunyai beberapa kelemah­andiantaranya :
a. Setiap pengembang harus mulai dari awal untuk mencari atau menemukan semua langkah dan dasar yang diperlukan untuk mengembangkan suatu materi pengajaran.
b. Berulang kalinya pembuatan materi (paket) pengajaran baru. Hal ini berarti menghendaki berulang kau uji coba, dan ini berarti kurang efisien.
2. Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach).
Menurut pendekatan ini, hasil belajar yang diharapkan, bisa diklasi­fikasikan sesuai dengan tipe-tipe tertentu. Untuk, tiap tipe tujuan khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu untuk menca­painya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa dicip­takan, dan perubahan-perubahan bilamana perlu bisa diadakan. Di dalam penyusunan disain instruksional, diadakan langkah-langkah secara sistematis, sehingga uji coba secara empiris terhadap suatu program dapat mendorong untuk adanya informasi mengenai efektifitas suatu program, yang sekaligus bisa untuk menguji model tersebut.

F.     Tingkatan  Pengembangan Sistem Instruksional
Beberapa tingkatan pengembangan sistem instruksianal dapat kita lihat sebagai berikut:
Ø  Tingkatan Sistem
Pengembangan sistem instruksianal tingkatan sistem ini dimaksudkan untuk menghasilkan sistem pembelajaran yang besar. Kegiatan biasanya berangkat dari nol, yakni tidak adanya sistem tersebut sampai dengan dihasilkannya suatu sistem. Kegiatan ini didahului dengan kegiatan awal yang mendalam dan menyeluruh, yang meliputi: analisis kebutuhan, analisis topik, serta analisi tugas. Kegiatan ini tidak hanya berbicara masalah pembelajaran saja tetapi juga masalah pendidikan secara keseluruhan. Masalah yang mendorong dilakukannya kegiatan ini bukan hanya sekedar masalah pembelajaran, melainkan keseluruhan sistem pendidikan dan latihan yang dihadapi oleh lembaga yang bersangkutan. Sedangkan sistem pendidikan/latihan yang menyeluruh itu meliputi masukan mentah (siswa/peserta), jumlah dan kualifikasinya; masukan instrumental (kurikulum/program, fasilitas, dana, dan lainnya); proses/pelaksanaan kegiatan pendidikan/latihan itu sendiri; serta hasil itu yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhan. Oleh karena itu kegiatan ini melibatkan banyak orang terdiri dari ahli teknologi pembelajaran, ahli bidang studi, guru, dan sebagainya.

Ø  Tingkatan Kelas
Pengembangan sistem instruksianal tingkat kelas ini pada hakikatnya adalah merupakan penjabaran lebih lanjut dari pengembangan sisteminstruksianal tingkatan sistem untuk dilaksanakan dalam tingkatan kelas. Dengan kata lain, pengembangan sistem instruksianal tingkatan kelas ini adalah identik dengan penyusunan persiapan mengajar oleh guru untuk satu atau lebih topik tertentu. Kegiatan awalnya sangat sederhana, biasanya berupa penilaian tingkat kemampuan awal siswa. Pada pengembangan sistem instruksianal tingkatan kelas ini diasumsikan bahwa kurikulum/program pembelajaran, fasilitas, siswa/peserta latihan, pengajar, dan sebagainya.
Ø  Tingkatan Produk
Tujuan pengembangan sistem instruksianal tingkatan produk ini adalah untuk memproduksi satu atau lebih produk pembelajaran tertentu. Oleh karena itu, kegiatan ini didahului dengan mengkaji masalah-masalah pembelajaran yang ada untuk mengetahui masukan yang diperlukan. Hasil kegiatan ini berupa paket pembelajaran seperti modul, media audiovisual, dan lain-lain bahan belajar yang bentuknya disesuaikan dengan karakteristiknya.
Ø  Tingkatan Organisasi
Pengembangan sistem instruksianal tingkat organisasi ini dimaksudkan tidak hanya untuk meningkatkan pembelajaran, tetapi juga memodifikasi atau mengubah organisasi dan personil suatu lembaga atau organisasi ke situasi yang baru agar efektivitas dan efisiensi organisasi tersebut meningkat.
Kegiatan ini diawali dengan bertolak dari analisis pekerjaan, atau analisis isi ajaran. Analisis ini akan menghasilkan emat kemungkinan, yakni: (1) perlunya diklat khusus diluar pekerjaan karena ada sejumlah kemampuan yang belum dikuasai, (2) perlunya latihan dalam jabatan karena ada sejumlah kemampuan khusus yang harus dikuasai, (3) perlunya ada pengawasan dan pembinaan yang ketat dalam pelaksanaan pekerjaan karena dituntut adanya ketepatan perbuatan dalam suatu tugas.



BAB III
Model Sistem Instruksional
.
A.    Model Kemp
Model desain sistem instruksional yang dikembangkan oleh Kemp (1994) merupakan model yang membentuk siklus. Dalam model ini pengembangan desain sistem pembelajaran terdiri atas komponen-komponen yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujuan, dan berbagai kendala yang timbul. Menurut Kemp pengembangan perangkat merupakan suatu lingkaran yang kontinyu. Tiaptiap langkah pengembangan berhubungan langsung dengan aktivitas revisi. Pengembangan perangkat ini dimulai dari titik manapun sesuai di dalam siklus tersebut. Model Kemp ini tidak menentukan dari komponen mana seharusnya proses pengembangan itu dimulai. Dalam mengembangkan sistem instruksional bisa dimulai dari komponen mana saja, asal tidak mengubah urutan
komponennya, dan setiap komponen itu memerlukan revisi demi mencapai hasil yang maksimal. Pengembangan perangkat model Kemp memberi kesempatan kepada para pengembang untuk dapat memulai dari komponen manapun. Namun sebaiknya proses pengembangan itu dimulai dari tujuan.
Aplikasi pengembangan instruksional Benalthy dapat dibedakan dalam enam langkah sebgai berikut :
1. Merumuskan tujuan pengajaran (formulate objectivites of Intructional)
Langkah ini merupakan suatu pernyataan yang menyatakan apa yang kita harapkan dari mahasiswa (anak didik) untuk dikerjakan, diketahui, dan dirasakan sebagai hasil dari pengalaman belajarnya.
2. Mengembangkan test intruksional (develop test of intructional)
Dalam langkah ini dikembangkan sutau tes yang berdasarkan atas tujuan yang diinginkan, dan digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diharpkan dicapai sebagi hasil dari pengalaman belajarnya. Yakni dengan cara tes awal, kegiatan belajar, tes akhir (evaluasi belajar)
3. Menganalisis kegiatan belajar (analyze learning task)
Apa yang harus dipelajari sehingga dapat menunjukan tingkah laku seperti yang digambarkan dalam tujuan yang telah dirumuskan. Dalam kegiatan ini kemampuan awal anak didik harus.Mendesain sistem intruksioanal (design system)
4. Merancang sistem intruksional ini bisa disebut dengan “functions analysis” yang artinya siapa atau apa yang mempunyai potansi untuk mencapai fungsi-fungsi tersebut (component analysis) yakni :
a. Menentukan pokok bahasan dan tujuan umum
Yakni menentukan pokok pembahasan dari mata pelajaran yang akan di bahas. Dan juga menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai oleh siswa.
b. Mengetahuai karakteristik siswa dengan tujuan untuk mengetahui dan mengukur
seberapa jauh siswa mampu mencapai tujuan belajarnya yang akan dicapai. Dan juga untuk mengetahui seberapa besar minat siswa untuk mempelajari pelajaran yang pelajari.
c. Tujuan Belajar (tujuan intruksional kusus) pada tujuan ini dikategorikan
diharapkan siswa mampu mencapai tiga ranah tujuan pengajaran yakni
1) Tujuan kognitif
2) Tujuan afektif
3) Tujuan Psikomotorik
d. Isi Pokok bahasan/materi, dalam isi pokok bahasan yang disajikan hendaknya
dimulai dengan menyajikan fakta, konsep, prinsip, dan akhirnya pemecahan masalah
e. Kegiatan belajar mengajar dan media
Untuk mendorong keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar, maka guru
diharuskan untuk memahami pengertian, fungsi, dan langkah-langkah pelaksanaan metode mengajar dengan baik. Sedangkan media pengajaran disebut juga dengan alat-alat belajar. Menurut edger bahwa pada kerucut pengalaman media atau alat pengajaran mula-mula berupaya dengan media yang paling kongkrit yakni dengan pengalaman langsung. Kemudian pada tingkatan atau jenjang yang lebih tinggi yakni pada pendidikan tingkatan perguruan tinggi maka anak didik akan mampu menjelajahi dunia abstrak, di sinilah media selanjutnya yang digunakan yakni verbal symbol (lambang kata)
f. Penjajakan terhadap siswa setalah kelima tahap atau proses di atas dilakukan
maka pendidik melakukan penjajakan terhadap anak didik. Dengan tujuan untuk menguji dan mengukur kemampuan siswa dalam mempelajari pelajaran yang telah dipelajari, apakah perencanaan yang disusun dan dilaksanakan sebelumnya dapat diteruskan ke langkah selanjutnya.
g. Pelayanan penunjang
Suatu pendidikan apapun yang didesain sebaik apapun jika tidak memiliki pelayanan penunjang, maka proses KBM tidak akan berhasil. Dalam hal ini pelayanan penunjang meliputi; petugas/pegawai sekolah, dana, fasilitas, peralatan, teknisi, staf administrasi, dll.
h. Evaluasi
Mengukuran pencapaian dalam pengajaran haruslah mengarah pada ranah tujuan belajar yakni menilai belajar kognitif, afektif dan psikomotorik
5. Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil
Sistem yang didesain pada langkah sebelumnya maka pada langkah ini harus diuji cobakan atau dites dan dilaksanakan. Apa yang dilaksanakan oleh anak didik sebagai implementasi sistem, harus nilai agar dapat diketahui seberapa jauh kemampuan yang telah dicapai baik secara kognitif, afektif dan psikomtorik setelah proses belajar mengajar dilakukan.
6. Mengadakan perbaikan (change to improve)
Hasil-hasil dari evaluasi kemudian merupakan umpan balik (feed back) untuk keseluruhan sistem sehingga ada perubahan-perubahan jika diperlukan, dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem intruksional

Ø  kelebihan model pembelajaran Kemp :
ü  dengan diagram yang berbentuk bulat telur, memungkinkan peneliti dapat melakukan tahap-tahap pengembangan secara bebas dan memudahkan, namun setiap unsur dalam proses pengembangan Kemp tetap saling memiliki ketergantungan,
ü  Diagram pengembangannya berbentuk bulat telur yang tidak memiliki titik awal tertentu, sehingga dapat memulai perancangan secara bebas,
ü  Bentuk bulat telur itu juga menunjukkan adanya saling ketergantungan di antara unsur-unsur yang terlibat,
ü  Dalam setiap unsur ada kemungkinan untuk dilakukan revisi, sehingga memungkinkan terjadinya sejumlah perubahan dari segi isi maupun perlakuan terhadap semua unsur tersebut selama pelaksanaan program.

Ø  Kelemahan model pembelajaran Kemp :
o   menunjukkan langkah yang tidak sistematik, yang idealnya dapat dilakukan dengan diawali identifikasi permasalahan,
o   proses perancangannya,
o   lalu pengujian dan penggunaannya,
o   model  ini  merupakan  pengembangan  sistem  pembelajaran,
o   model ini kurang lengkap dan kurang sistematis,
o   tidak melibatkan penilaian ahli, sehingga ada kemungkinan perangkat pembelajaran yang dilaksanakan terdapat kesalahan.

B.      Model PPSI
PPSI merupakan singkatan dari prosedur pengembangan sistem intruksional. Istilah sistem instruksional mengandung pengertian bahwa PPSImenggunakan pendekatan sistem dimana pembelajaran adalah suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri dari seperangkat komponen yang saling berhubungan dan bekerjasama satu sama lain secara fungsional dan terpadu dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian PPSI adalah suatu langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran sebagai suatu sistem dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien (Harjanto, 2008 : 75).
Model pengembangan intruksional PPSI ini memiliki 5 langkah pokok yaitu:
a. Perumusan tujuan/kompetensi
Merumuskan tujuan/kompetensi beserta indicator ketercapaiannya yang harus memenuhi 4 kriteria sebagai berikut:
1) Menggunakan istilah yang operasional
2) Berbentuk hasil belajar
3) Berbentuk tingkah laku
4) Hanya satu jenis tingkah laku

b. Pengembangan alat penilaian
1) Menentukan jenis tes/intrumen yang akan digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan
2) Merencanakan pertanyaan (item) untuk menilai masing-masing tujuan



c. Kegiatan belajar
1) Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
2) Menetapkan kegiatan belajar yang tak perlu ditempuh
3) Menetapkan kegiatan yang akan ditempuh

d. Pengembangan program kegiatan
1) Merumuskan materi pelajaran
2) Menetapkan model yang dipakai
3) Alat pelajaran/buku yang dipakai
4) Menyusun jadwal

e. Pelaksanaan
a. Mengadakan pretest
b. Menyampaikan materi pelajaran
c. Mengadakan posttest
d. Perbaikan
     Kelebihan model pembelajaran PPSI antara lain:
o   Lebih tepat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan perangkat pembelajaran bukan untuk mengembangkan sistem pembelajaran,
o   Uraiannya tampak lebih lengkap dan sistematis,
o   Dalam pengembangannya melibatkan penilaian ahli, sehingga sebelum dilakukan uji coba di lapangan, perangkat pembelajaran telah dilakukan revisi berdasarkan penilaian, saran dan masukan para ahli.
     Kelemahan model pembelajaran PPSI antara lain:
o   Bagi pendidik memerlukan waktu, tenaga dan pikiran yang lebih karena guru harus memberikan pretest dan post test untuk setiap unit pelajaran.


C.    Dick and Carrey
Perancangan pengajaran menurut sistem pendekatan model Dick & Cerey, yang
dikembangkan oleh Walter Dick & Lou Carey (dalam, Trianto, 2007: 61). Model
pengembangan ini ada kemiripan dengan model yang dikembangkan Kemp, tetapi
ditambah dengan komponen melaksanakan analisis pembelajaran, terdapat
beberapa komponen yang akan dilewati di dalam proses pengembangan dan
perencanaan tersebut

Dari model di atas dapat di jelskan sebagai berikut :

1.      Identifikasi tujuan, tahap awal model ini adalah menentukan apa yang diinginkan agar mahasiswa dapat melakukannya ketika mereka telah menyelesaikan program pengajaran.
2.      Melakukan analisis instruksional, yakni menentukan kemampuan apa saja yang terlibat dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan dan menganalisa topik atau materi yang akan dipelajari.
3.      Mengidentifikasi tingkah laku awal dan karakteristik mahasiswa, ketika melakukan analisis terhadap keterampilan-keterampilan yang perlu dilatihkan dan tahapan prosedur yang perlu dilewati, juga dipertimbangkan keterampilan awal yang telah dimiliki mahasiswa.
4.      Merumuskan tujuan kinerja. Berdasarkan analisis instruksional dan pernyataan tentang tingkah laku awal mahasiswa kemudian dirumuskan pernyataan khusus tentang apa yang harus dilakukan mahasiswa setelah menyelesaikan pembelajaran.
5.      Pengembangan tes acuan patokan. Pengembangan tes acuan patokan didasarkan pada tujuan yang telah dirumuskan.
6.      Pengembangan strategi pengajaran. Informasi dari lima tahap sebelumnya, dilakukan pengembangan strategi pengajaran untuk mencapai tujuan akhir.
7.      Pengembangan atau memilih pengajaran. Tahap ini akan digunakan strategi pengajaran untuk menghasilkan pengajaran, seperti petunjuk pembelajaran untuk mahasiswa, materi, tes dan panduan dosen.
8.      Merancang dan melaksanakan evaluasi formatif. Evaluasi dilakukan untuk mengumpulkan data dan mengidentifikasi data tersebut.
9.      Menulis perangkat. Hasil perangkat selanjutnya divalidasi dan diujicobakan di kelas.
10.  Revisi pengajaran. Tahap ini mengulangi siklus pengembangan perangkat pengajaran. Data dari evaluasi sumatif yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya dianalisis serta diinterpretasikan.

Ø   Kelebihan model pembelajaran Dick and Carrey :
o   langkah awal yang sistematik dan pengujian yang berulang kali menunjukkan hasil yang diperoleh dapat diterima dan meyakinkan,
o   analisis tugas yang tersusun secara terperinci dan tujuan pembelajaran khusus secara hirarkis,
o   adanya uji coba yang berulang kali menyebabkan hasil yang diperoleh sistem dapat diandalkan.
Ø  Kelemahan model pembelajaran Dick and Carrey :
o   Pada tahap evaluasi formatif yang dilakukan untuk menentukaan langkah pengembangan pembelajaran, sehingga waktu yang dibutuhkan cukup lama,
o   uji coba tidak diuraikan secara jelas kapan harus dilakukan dan kegiatan revisi baru dilaksanakan setelah diadakan tes formatif,
o   pada tahap-tahap pengembangan tes hasil belajar, strategi pembelajaran maupun pada pengembangan dan penilaian bahan pembelajaran tidak nampak secara jelas ada tidaknya penilaian pakar (validasi).

D.    Perncanaan pengajaran versi PBTE
Pengembangan program intruksional dilakanakan dengan pendekatan sistematik. Pendekatan ini mempertimbangkan semua faktor dan komponen yang ada sehingga pelaksanaan program akan berjalan secara efisiensi dan efektif. Berdasarkan pola pendekatan tersebut maka sistem instruksional dikembangkan melalui prosedur sebagai berikut:
1.      Merumuskan asumsi-asumsi secara jelas, ekspilisit dan khusus.
Asumsi-asumsi tersebut dirumuskan berdasarkan pada pokok-pokok pikiran yang bertalian dengan beberapa hal, yaitu:
a.       Keyakinan tentang masyarakat, pendidikan dan belajar.
b.      Pandangan tentang peranan guru dalam sistem intruksional.
c.       Penjabaran ciri-ciri khusus dan berbagi hambatan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan program.
2.      Mengidentifikasi kompetensi.
Terdapat enam jenis pendekatan yang dapat digunakan untuk merumuskan kompetensi, yaitu sebgai berikut:
a.       Menerjemahkan pelajaran yang telah menjadi sejumlah kompetensi yang tujuan tingkah lakunya harus diteliti kembali.
b.      Pendekakatan analisis tugas yang harus dikerjakan, lalu ditentukan peran-peran apa yang diperlukan, lalu ditentukan jenis-jenis kompetensi yang dituntut tersebut.
c.       Pendekatan kebutuhan siswa di sekolah berdasarkan ambisi, nilai dan prespektif para siswa.
d.      Pendekatan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan kebutuhan masyarakat yang nyata disusun program sekolah dan program latihan yang perlu dilakukan.
e.       Pendekatan teoritis yang disususn secara logis dan melalui pemikiran deduktif dalam kerangka ilmu tentang tingkah laku manusia.
f.       Pendekatan cluster yang disusun berdasarkan program umum yang biasa berlangsung.
3.      Merumuskan tujuan-tujuan secara deskriptif.
Kompetensi yang telah ditentukan kemudian dirumuskan lebih khusus, lebih eksplisit menjadi tujuan-tujuan yang dapat diamati, dapat diukur berdasarkan kreteria tertentu.
4.      Menentukan tingkat-tingkat kriteria dan jenis assement.
 Dengan kriteria ini dapat ditentukan tingakat keberhasilan tentang sejauh mana suatu tujuan telah dicapai.
5.      Pengelompokan dan penyusunan tujuan-tujuan pelajaran berdasarkan urutan pikologis untuk mencapai maksud instruksional.
6.      Mendesai strategi intruksional.
Beberapa strategi dapat pula dirancang oleh guru, contohnya dengan ceramah.
7.      Mengorganiasikan sistem pengelolaan kelas.
Sistem pengelolaan yang ditentukan disesuaikan dengan berbagai alternatif kegiatan yang akan dilakukan, seperti pengajaran individual, core pengajaran unit.
8.      Mercobakan program.
Tujuannya adalah untuk mengetes efektifitas strategi intruksional, kemantapan alat assement, efektivitas sistem pengelolaan kelas.
9.      Menilai desain intruksional.
Penialian dilakukan terhadap aspek-aspek, antara lain validitas tujuan, tingkat kriteria assement, stategi intruksional dan organisasi sistem pengelolaan.
10.  Memperbaiki kembali program.
Berdasarkan penilaian yang telah diperoleh, maka perlu dilakukan beberapa perubahan dan perbaikan.

E.      Pengertian Model DSI-PK
Model Desain Sistem Instruksional Berorientasi Pencapaian Kompetensi (DSI-PK) adalah gambaran proses rancangan sistematis tentang pengembangan pembelajaran baik proses maupun bahan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pencapaian kompetensi.
Menurut Briggs (1979), Desain Sistem Instruksional adalah proses merancang/ merencanakan secara sistematis tentang analisis kebutuhan dan tujuan belajar, merancang pembelajaran dan pemanfaatan berbagai sumber daya dan potensi yang tersedia untuk mencapai tujuan.

Prosedur Pengembangan DSI-PK yaitu:
1.      Menganalisis Kebutuhan proses penjaringan informasi tentang kompetensi yang dibutuhkan tadik sesuai jenjang pendidikan, yang meliputi; Kebutuhan Akademis
2.       (kebutuhan sesuai tuntutan kurikulum yang tergambar disetiap bidang studi), Kebutuhan Nonakademis (kebutuhan diluar kurikulum yang meliputi; kebutuhan personal, kebutuhan sosial, atau mungkin kebutuhan vokasional), yang dijaring dengan berbagai teknik.
3.      Menentukan tema atau topik pembelajaran, berdasarkan kebutuhan akademis, nonakademis, atau kedua-duanya, dan kompetensi yang diharapkan disesuaikan dengan topik.
4.      Pengembangan, proses mengorganisasikan mata pelajaran dan pengembangan proses pembelajaran, yang dilakukan siswa dan guru dalam mencapai kompetensi
5.       Pengembangan alat evaluasi, yang memiliki fungsi utama yaitu; evaluasi formatif (untuk melihat sejauh mana efektifitas program yang disusun guru, untuk perbaikan program pembelajaran berikutnya), evaluasi sumatif (untuk memperoleh informasi keberhasilan siswa mencapai kompetensi/ sebagai bahan akuntabilitas guru dalam peelaksanaan pembelajaran)

3. Karakteristik Model DSI-PK
Karakteristik Model DSI-PK yaitu:
a. Model desain yang sederhana dengan tahapan yang jelas dan bersifat praktis
b. Secara jelas menggambarkan langkah-langkah yang harus ditempuh
c. Merupakan pengembangan dari analisis kebutuhan (analisis kebutuhan akademis dan personal sesuai tuntunan sosial kedaerahan)
d. Ditekankan pada penguasaan kompetensi sebagai hasil belajar yang dapat diukur.

4. Kelebihan Model DSI-PK
a. Rancangan pembelajaran model DSI-PK tidak hanya menyangkut rancangan kompetensi akademis sesuai standar isi kurikulum, tapi juga merancang kompetensi nonakademis yang sesuai dengan tuntutan sosial kedaerahan.
b. Kerangka berpikirnya menggunakan pendekatan sistem (menggunakan berbagai hal yang saling berkaitan) untuk mencapai tujuan

BAB III
      KESIMPULAN

A.    Setelah kami uraikan tentang Model - model Pengembangan Sistem Instruksional , secara garis besar dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
Ø  Model pengembangan sistem instruksional adalah se­perangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan pengembangan sistem instruksional.
Ø  Dasar – dasar Pengembangan sistem instruksional adalah atas dasar pengalaman empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya.
Ø  Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem instruksional bisa meliputi dua cara: Pendekatan secara Empiris dan Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach).
Ø  Model – Model pengembangan instruksional, antara lain pengembangan instruksional model Banathy, PPSI, model Kemp, model Briggs, model Gerlach & Ely, model IDI (Instruksional Development Institute), Dick & Cerey dan lain-lainnya.

B.     SARAN – SARAN
Ø  Setelah membaca dan menguraikan tentang makalah ini, saran yang dapat diberikan adalah :
o   Penulis perlu menggali kembali mengenai pentingnya pengembangan system instruksional.
o   Perlunya mengaplikasikan model-model pengembangan system instruksional yang sesuai dengan kondisi yang ada.












BAB IV
PENUTUP

Guru adalah sentralitas bagi proses pendidikan, baik dan buruknya adalah guru yang mengarahkanya. Sehingga dalam perjalanan prosesnya guru mengalami banyak kendala yang pada hakikatnya adalah implikasi kedinamisan masyarakat yang terus berkembang dari waktu-kewaktu. Keberhasilan proses pengajaran anak didik tidak akan tercapai jika hanya mengandalkan pribadi guru secara totaliter, semua yang terkait dengan proses pengajaran harus mau dan mampu membantu guru dalam menghadapi problematika yang mereka hadapi.
Dalam perjalanan pemecahan problematika guru, pada hakekatnya merupakan masalah yang menyeluruh dalam kehidupan manusia. Semua tergantung dari respect guru terhadap permasalahan tersebut dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain serta lingkungan, kebutuhan akan kestabilan emosi, rasa cinta, serta prospek masa depan yang jelas adalah kunci awal bagi seorang guru.
Dari kutipan pembahasan yang ada didalam makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa sistem instruksional yang baik adalah yang bisa digunakan dengan sebaik mungkin oleh pengajar atau tenaga pendidikan dikelola secara jelas dalam proses pembelajaran.














DAFTAR PUSTAKA
Mudhoffir. 1986. ”Teknologi Instruksional”, Bandung : CV. Remadja Karya.
Harjanto, 2005,”Perencanaan Pengajaran”, Jakarta : Rineka Cipta.
Ely, Donal P. 1978,,”Instruksional Design & Development”, New York : Syracuse University Publ.
Baker, Robert L & Richard R Schutz, 1971,”Instructional Product Development”, New York : Van Nostrand Reinhold Company.
Briggs, Leslie, J. 1979,”Instruksional Design : Prinsiples and Aplication”, Educational Technology Publicatios : Englewood Cliffs, N.J.
Harjanto, 2008,”Perencanaan Pengajaran”, Jakarta : Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar.2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Bandung; Bumi Aksara




No comments:

Post a Comment