BAB I
PENDAHULUAN
Mengajar merupakan pekerjaan professional
yang tidak bisa lepas dari berbagai macam problema, apalagi yang dihadapi
masyarakat yang dinamis. Guru sebagai pendidik dan pengajar dalam melaksanakan
tugasnya sering menemukan problema-problema yang dari waktu kewaktu selalu
berbeda, apalagi bila dihubungkan dengan keperluan perorangan atau
kemasyarakatan, maka keanekaan problematika tersebut makin luas. Sabenarnya
problematika tersebut datang dari implikasi dinamika masyarakat itu sendiri,
yaitu menunjukkan hidup manusia menuntut kemajuan-kemajuan yang perlu dipenuhi
oleh masyarakat itu sendiri. Akan tetapi problema yang menuntut kepada
penelitian yang cermat mengenai sumber-sumber penyebabnya dan akibat-akibat apa
yang akan timbul bila tidak terselesaikan.
Oleh karena itu dalam melaksanakan tugasnya,
guru mempunyai banyak problema yang terkait dengan anak didik, kurikulum,
metode pengajaran, dan tuntutan umum yang lainnya. Dari berbagai dinamika dan
problem-problem diatas, guru masih dituntut untuk bersikap professional,
walaupun tidak didukung dengan sarana yang layak, jadi disini kerja guru ekstra
atau harus bekerja secara optimal.
A.
Latar Belakang Masalah
Pengembangan system pembelajaran
(instruksional) merupakan suatu bentuk pembaharuan sistem insruksional yang
banyak dilakukan dalam rangka pembaharuan system pendidikan, dengan maksud agar
sistem tersebut dapat lebih serasi dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, serasi
pula dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan utama
meningkatkan produktifitas dan efiensi proses pembelajaran.
Namun demikian, pendekatan yang sistematis
dalam kegiatan instruksional ini dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, dan
dengan sebutan yang berbeda-beda pula. Sebutan itu diantaranya adalah :
pengembang instruksional, pengembangan system instruksional, pengembangan
produk instruksional. Tetapi istilah popular yang lazim digunakan adalah
“pengembangan instruksional (pembelajaran) yang merupakan padanan dari istilah
“instructional development” istilah yang
disebutkan terakhir ini merupakan istilah resmi yang di bakukan oleh organisasi
profesi AECT (Association for Educational Communication and Technology) di
Amerika Serikat.
Dalam operasionalnya pengembang sistem
instruksional ini dapat dilaksanakan untuk jangka pendek maupun jangka panjang
dapat dilaksanakan satu topic sajian, satu periode latihan, satu semester, satu
bidang study, bahkan satu sistem yang lebih besar lagi.
Atas dasar itula Gustafon (dalam sadiman,
1986: 13) membedakan adanya tingkatan atau level pengembangan sistem
instruksional yakni : (a) tingkatan kelas, (b) tingkatan sistem, (c) tingkatan
produk, dan (d) tingkatan organisasi. Setipa tersebut memiliki fungsi dan
model-model berbeda antara satu dengan lainnya.
Di Indonesia, pengembangan sistem
pembelajaran merupakan hal yang relative baru. Pertama kali digunakan pada
tahun 1972 oleh badan pengembangan pendidikan (sekarang badan penelitian dan
pengembangan pendidikan dan kebudayaan). Dengan nama populernya PPSI (Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional).Bahkan perguruan tinggi baru mengenal dan
mengunakan model sistem instruksional ini pada tahun 1976. Sejak saat itu pengembangan
dan pengunaan model-model pengembangan sistem instruksional sangat berkembang
pesat saat ini.
B.
Pengertian Sistem Instruksional
Istilah system diartikan sebagai
suatu konsep yang abstrak. Definisi secara sederhana menyatakan bahwa sistem
adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk
mencapai suatu tujuan[1].
Sistem asal katanya “system”
yang diterjemahkan oleh Wong dan Raulerson diartikan sebagai suatu perangkat
dari bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberapa bentuk hubungang
saling mempengaruhi. Contohnya system tata surya, system perencanaan, sisitem
kekerabatan.
Sedangkan “Instruction” yang diterjemahkan
menjadi “pembelajaran atau pengajaran” dan “bahan instruksi” dalam arti
perintah, oleh Saylor Alexander (1976) diartikan sebagai pelaksanaan kurikulum
atau dalam pengertian lebih khusus “instruction” merujuk pada “proses belajar
mengajar”. Jadi “sistem instruksional” digunakan untuk menunjukkan suatu
“proses belajar mengajar” atau “proses pengajaran” atau lebih tepat lagi
“proses pembelajaran”
C.
Tujuan Pembahasan
Dari pembahasan makalah ini maka diharapkan
dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam memeahami
pembahasan ini dan untuk menambah wawasan pembaca
BAB II
Sistem Instruksional
A.
Pengetian Sistem lnstuksional
Sistem lnstuksional terbentuk oIeh
dua konsep System dan instruction. System yang untuk selanjutnya diterjemahkan
menjadi sistem (dibaca sistem) dan Raulerson (1973:9) diartikan sebagai a set
of parts united by some form of interaction (artinya: suatu perangkat dan
bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberapa bentuk hubungan
saling mempengaruhi).
Instruction yang diterjemahkan menjadi
pembelajaian atau pengajaran danbahan instruksi dalam arti perintah, oleh
Saylor dan Alexander (1976) diartikan sebagai pelaksanaan kurikulum (curriculum
implementation) atau dalam pengertian yang lebih khusus, instrution merujuk
pada proses belajar-mengajar teching-learning-prosess).
Bertolak dari konsep-konsep tersebut
istilah sistem instruksional digunakan untuk menunjukkan suatu proses
belajar-mengajar atau proses pengajaran atau lebih tepat lagi proses
pembelajaran. Dibandingkan dengan sistem yang lain lebih-lebih sistem yang
bersifat alami seperti sistem tata surya, sistem instruksional memiliki ciri
yang khas, yaitu adanya tujuan (purpose, goal, objectives).
Sistem instruksional
sekurang-kurangnya memiliki dua dimensi yaitu dimensi rencana (a plan) dan
dimensi proses yang nyata (a reality). Dalam dimensi rencana sistem
instruksional merujuk pada prosedur atau langkah-langkah yang seyogianya
dilalui dalam mempersiapkan terjadinya proses belajar mengajar. Dalam dimensi
realitas sistem instruksional merujuk pada interaksi kelas atau “the classroom
system” menurut konsep Wong dan Raulerson (1973) kedua dimensi itu secara
konseptual merupakan suatu sistem kurikulum yang dengan sendirinya merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan.
Model sistem instruksional adalah
metode yang digunakan dalam proses pembelajaran yang sering dipakai oleh banyak
tenaga pengajar, model instruksional yaitu suatu model yang terdiri atas empat
komponen yang secara hakiki berbeda satu sama lainnya, model ini
menitikberatkan pembuatan keputusan intelektual oleh guru sebelum dan sesudah
pengajaran dan oleh karenanya, sebenarnya lebih berupa suatu model perencanaan
dan penilaian dari suatu model “prosedur mengajar” pertama menentukan
tujuan-tujuan instruksional secara spesifik dalam bentuk perilaku siswa.
Kedua mengadakan penilaian
pendahuluan terhadap keadaan siswa pada saat ini dalam hubungannya dengan
tujuan-tujuan instruksional tersebut. Dan ketiga menilai pencapaian
tujuan-tujuan tersebut oleh siswa.
Jadi, sistem instruksional merupakan
tatanan aktivitas belajar mengajar yang mengandung dimensi perencanaan kegiatan
belajar mengajar. Sebagai perencanaan dan pelaksanaan sistem instruksional
merujuk pada langkah – langkah yang sebaiknyaditempuh dalam menetapkan tujuan,
isi, proses dan evaluasi pengajaran.
B.
Ciri – Ciri Sistem Instruksional
Pada hakikatnya proses belajar
mengajar merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling
berinteraksi dan kerja sama secara terpadu dan harmonis dalam mencari tujuan
belajar mengajar. Agar seluruh komponen dalam sistem belajar mengajar tersebut
dapat berdaya guna secara efektif, maka guru sebagai seseorang yang bertugas
sebagai pengelola belajar mengajar hendaknya mampu merencanakan, mengembangkan
dan mengevaluasi terhadap seluruh komponen dalam sistem belajar mengajar atau
guru harus mampu melakukan usaha pengembangan sistem instruksional.
Sedangkan untuk mendukung tercapainya
pengembangan sistem instruksional, perlu mengetahui ciri – ciri dari sistem
instruksional yang bisa dilihat dalam penjabaran fungsi, tujuan dan komponen
dalam sistem instruksional.
C.
Fungsi Sistem Instruksional
Sebagai pedoman bagi guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar, dalam rangka perbaikan situasi pengajaran
dan pendidikan.
Sebagai pedoman guru dalam mengambil keputusan
instruksional, yang meliputi :
ü Mengidentifikasi kebutuhan dan karakteristik peserta didik.
ü Menentukan tujuan instruksional.
ü Menentukan strategi belajar mengajar.
ü Menentukan materi pelajaran.
ü Menentukan materi dan alat peraga.
ü Menentukan evaluasi pengajaran.
ü Sebagai alat pengontrol atau evaluasi, kesesuaian antara perencanaan
instruksional dengan pelaksanaan belajar mengajar.
ü Sebagai balikan
atau feed back bagi guru tentang keberhasilan pelaksanaan
belajar mengajar, dalam rangka melakukan perbaikan situasi pengajaran dan
pendidikan
D.
Tujuan sistem instruksional
Model Pengembangan Sistem Instruksional
Secara umum istilah “ model ” diartikan
sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman aatau acuan dalam
mel;akukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain “ model “ juga diartikan
sebaagai barang aatau benda tiruan dari benda sesungguhnya.
Sedangkan sistem instruksional dibentuk oleh
dua konsep, yaitu “ sitem “ dan “ instruksional “. Syistem
“ yang untuk selanjutnya diterjemahkan menjadi “sistem” (dibaca sistem) oleh
Wong dan Raulerson (1973:9) diartikan sebagai “a set of parts united by some form
of interaction” (artinya: suatu perangkat dari bagian-bagian yang diikat
atau dipersatukan oleh beberapa bentuk hubungan saling mempengaruhi). Contohnya
sistem tata surya, sistem pencernaan, sistem kekerabatan, sistem telepon.
“instruction” yang diterjemahkan menjadi “pembelajaran atau pengajaran”
dan “bahan instruksi” dalam arti perintah, oleh Saylor dab Alexander (1976)
diartikan sebagai pelaksanaan kurikulum (curiculum implementation) atau
dalam pengertianyang lebih khusus “instruction” merujuk pada “proses belajar mengajar”
(teaching-learning process). Bertolak dari konsep-konsep tersebut istilah
“sistem instruksional” digunakan untuk menunjukkan suatu “proses belajar
mengajar” atau “proses pembelajaran”. Dibandingkan dengan sistem yang lain
lebih-lebih sistem yang bersifat alami seperti sistem tata surya, sistem
instruksional memiliki ciri khas, yaitu adanya “tujuan” (purpose, goal,
objectives). Hal ini tentu dapat anda pahami karena seperti telah anda pelajari
dalam modul pertama adanya tujuan merupakan ciri utama dari proses
pendidikan.di samping itu ada dua unsur lainnya yakni komponen dan proses .
antara tujuan tujuan komponen, dan proses terdapat hubungan yang saling
menentukan seperti dapat digambarkan sebagai berikut :
Sistem instruksional sekurang- kurangnya
memiliki dua dimensi yaitu dimensi rencana (a plan) dan dimensi proses yang
nyata (a reality). Dalam dimensi rencana sistem instuksional merujuki pada
prosedur atau langkah-langkah yang seyogianya dilalui dalam mempersiapkan
terjadinya proses belajar-mengajar. Dalam dimensi realita sistem instruksional
merujuk pada interaksi kelas atau “the classroom system” menurut konsep
Wong atau Raulerson (1973) kedua dimensi itu secara konseptual merupakan suatu
sistem kurikulum yang dengan sendirinya merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari sistem pendidikan.
E.
Proses Pengembangan Sistem Instruksional
Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para
pengembang sistem instruksional bisa meliputi dua cara:
1. Dengan pendekatan
secara empiris
Proses ini dilaksanakan tanpa menggunakan
dasar-dasar teori secara sistematis. Di sini paket atau bahan pengajaran
disusun berdasar pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu
hasilnya diamati. Bila hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, materi
pengajaran tersebut direvisi dan pekerjaan penyusunan paket (materi) pengajaran
diulang.
Adapun pendekatan semacam ini mempunyai
beberapa kelemahandiantaranya :
a. Setiap pengembang harus mulai dari
awal untuk mencari atau menemukan semua langkah dan dasar yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu materi pengajaran.
b. Berulang kalinya pembuatan materi
(paket) pengajaran baru. Hal ini berarti menghendaki berulang kau uji coba, dan
ini berarti kurang efisien.
2. Dengan mengikuti atau
membuat suatu model (paradigm approach).
Menurut pendekatan ini, hasil belajar yang
diharapkan, bisa diklasifikasikan sesuai dengan tipe-tipe tertentu. Untuk,
tiap tipe tujuan khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu untuk
mencapainya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa diciptakan,
dan perubahan-perubahan bilamana perlu bisa diadakan. Di dalam penyusunan
disain instruksional, diadakan langkah-langkah secara sistematis, sehingga uji
coba secara empiris terhadap suatu program dapat mendorong untuk adanya
informasi mengenai efektifitas suatu program, yang sekaligus bisa untuk menguji
model tersebut.
F.
Tingkatan Pengembangan Sistem
Instruksional
Beberapa tingkatan pengembangan
sistem instruksianal dapat kita lihat sebagai berikut:
Ø Tingkatan Sistem
Pengembangan
sistem instruksianal tingkatan sistem ini dimaksudkan untuk
menghasilkan sistem pembelajaran yang besar. Kegiatan biasanya berangkat dari
nol, yakni tidak adanya sistem tersebut sampai dengan dihasilkannya suatu
sistem. Kegiatan ini didahului dengan kegiatan awal yang mendalam dan
menyeluruh, yang meliputi: analisis kebutuhan, analisis topik, serta analisi
tugas. Kegiatan ini tidak hanya berbicara masalah pembelajaran saja tetapi juga
masalah pendidikan secara keseluruhan. Masalah yang mendorong dilakukannya
kegiatan ini bukan hanya sekedar masalah pembelajaran, melainkan keseluruhan
sistem pendidikan dan latihan yang dihadapi oleh lembaga yang bersangkutan.
Sedangkan sistem pendidikan/latihan yang menyeluruh itu meliputi masukan mentah
(siswa/peserta), jumlah dan kualifikasinya; masukan instrumental
(kurikulum/program, fasilitas, dana, dan lainnya); proses/pelaksanaan kegiatan
pendidikan/latihan itu sendiri; serta hasil itu yang sesuai dengan tujuan dan
kebutuhan. Oleh karena itu kegiatan ini melibatkan banyak orang terdiri dari
ahli teknologi pembelajaran, ahli bidang studi, guru, dan sebagainya.
Ø Tingkatan Kelas
Pengembangan
sistem instruksianal tingkat kelas ini pada hakikatnya adalah
merupakan penjabaran lebih lanjut dari pengembangan
sisteminstruksianal tingkatan sistem untuk dilaksanakan dalam tingkatan
kelas. Dengan kata lain, pengembangan sistem instruksianal tingkatan
kelas ini adalah identik dengan penyusunan persiapan mengajar oleh guru untuk
satu atau lebih topik tertentu. Kegiatan awalnya sangat sederhana, biasanya
berupa penilaian tingkat kemampuan awal siswa. Pada pengembangan
sistem instruksianal tingkatan kelas ini diasumsikan bahwa
kurikulum/program pembelajaran, fasilitas, siswa/peserta latihan, pengajar, dan
sebagainya.
Ø Tingkatan Produk
Tujuan pengembangan
sistem instruksianal tingkatan produk ini adalah untuk memproduksi
satu atau lebih produk pembelajaran tertentu. Oleh karena itu, kegiatan ini
didahului dengan mengkaji masalah-masalah pembelajaran yang ada untuk
mengetahui masukan yang diperlukan. Hasil kegiatan ini berupa paket
pembelajaran seperti modul, media audiovisual, dan lain-lain bahan belajar yang
bentuknya disesuaikan dengan karakteristiknya.
Ø Tingkatan Organisasi
Pengembangan
sistem instruksianal tingkat organisasi ini dimaksudkan tidak hanya
untuk meningkatkan pembelajaran, tetapi juga memodifikasi atau mengubah
organisasi dan personil suatu lembaga atau organisasi ke situasi yang baru agar
efektivitas dan efisiensi organisasi tersebut meningkat.
Kegiatan ini diawali dengan bertolak
dari analisis pekerjaan, atau analisis isi ajaran. Analisis ini akan
menghasilkan emat kemungkinan, yakni: (1) perlunya diklat khusus diluar
pekerjaan karena ada sejumlah kemampuan yang belum dikuasai, (2) perlunya latihan
dalam jabatan karena ada sejumlah kemampuan khusus yang harus dikuasai, (3)
perlunya ada pengawasan dan pembinaan yang ketat dalam pelaksanaan pekerjaan
karena dituntut adanya ketepatan perbuatan dalam suatu tugas.
BAB III
Model Sistem Instruksional
.
A.
Model Kemp
Model desain sistem instruksional yang
dikembangkan oleh Kemp (1994) merupakan model yang membentuk siklus. Dalam
model ini pengembangan desain sistem pembelajaran terdiri atas
komponen-komponen yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tujuan, dan
berbagai kendala yang timbul. Menurut Kemp pengembangan perangkat merupakan
suatu lingkaran yang kontinyu. Tiaptiap langkah pengembangan berhubungan
langsung dengan aktivitas revisi. Pengembangan perangkat ini dimulai dari titik
manapun sesuai di dalam siklus tersebut. Model Kemp ini tidak menentukan dari
komponen mana seharusnya proses pengembangan itu dimulai. Dalam mengembangkan
sistem instruksional bisa dimulai dari komponen mana saja, asal tidak mengubah
urutan
komponennya, dan setiap komponen itu
memerlukan revisi demi mencapai hasil yang maksimal. Pengembangan perangkat
model Kemp memberi kesempatan kepada para pengembang untuk dapat memulai dari
komponen manapun. Namun sebaiknya proses pengembangan itu dimulai dari tujuan.
Aplikasi pengembangan instruksional Benalthy dapat
dibedakan dalam enam langkah sebgai berikut :
1. Merumuskan
tujuan pengajaran (formulate objectivites of Intructional)
Langkah ini
merupakan suatu pernyataan yang menyatakan apa yang kita harapkan dari
mahasiswa (anak didik) untuk dikerjakan, diketahui, dan dirasakan sebagai hasil
dari pengalaman belajarnya.
2. Mengembangkan
test intruksional (develop test of intructional)
Dalam langkah ini
dikembangkan sutau tes yang berdasarkan atas tujuan yang diinginkan, dan
digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diharpkan dicapai sebagi hasil dari
pengalaman belajarnya. Yakni dengan cara tes awal, kegiatan belajar, tes akhir
(evaluasi belajar)
3. Menganalisis kegiatan belajar (analyze learning task)
Apa yang harus dipelajari sehingga dapat menunjukan tingkah laku seperti
yang digambarkan dalam tujuan yang telah dirumuskan. Dalam kegiatan ini
kemampuan awal anak didik harus.Mendesain sistem intruksioanal (design system)
4. Merancang sistem intruksional ini bisa disebut dengan “functions analysis”
yang artinya siapa atau apa yang mempunyai potansi untuk mencapai fungsi-fungsi
tersebut (component analysis) yakni :
a. Menentukan pokok bahasan dan tujuan umum
Yakni menentukan pokok pembahasan dari mata pelajaran yang akan di bahas.
Dan juga menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai oleh
siswa.
b. Mengetahuai karakteristik siswa dengan tujuan untuk mengetahui dan
mengukur
seberapa jauh siswa mampu mencapai tujuan belajarnya yang akan dicapai. Dan
juga untuk mengetahui seberapa besar minat siswa untuk mempelajari pelajaran
yang pelajari.
c. Tujuan Belajar (tujuan intruksional kusus) pada tujuan ini
dikategorikan
diharapkan siswa mampu mencapai tiga ranah tujuan pengajaran yakni
1) Tujuan kognitif
2) Tujuan afektif
3) Tujuan Psikomotorik
d. Isi Pokok bahasan/materi, dalam isi pokok bahasan yang disajikan
hendaknya
dimulai dengan menyajikan fakta, konsep, prinsip, dan akhirnya pemecahan
masalah
e. Kegiatan belajar mengajar dan media
Untuk mendorong keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar, maka guru
diharuskan untuk memahami pengertian, fungsi, dan langkah-langkah
pelaksanaan metode mengajar dengan baik. Sedangkan media pengajaran disebut
juga dengan alat-alat belajar. Menurut edger bahwa pada kerucut pengalaman
media atau alat pengajaran mula-mula berupaya dengan media yang paling kongkrit
yakni dengan pengalaman langsung. Kemudian pada tingkatan atau jenjang yang
lebih tinggi yakni pada pendidikan tingkatan perguruan tinggi maka anak didik
akan mampu menjelajahi dunia abstrak, di sinilah media selanjutnya yang
digunakan yakni verbal symbol (lambang kata)
f. Penjajakan terhadap siswa setalah kelima tahap atau proses di atas
dilakukan
maka pendidik melakukan penjajakan terhadap anak didik. Dengan tujuan untuk
menguji dan mengukur kemampuan siswa dalam mempelajari pelajaran yang telah
dipelajari, apakah perencanaan yang disusun dan dilaksanakan sebelumnya dapat
diteruskan ke langkah selanjutnya.
g. Pelayanan penunjang
Suatu pendidikan apapun yang didesain sebaik apapun jika tidak memiliki
pelayanan penunjang, maka proses KBM tidak akan berhasil. Dalam hal ini
pelayanan penunjang meliputi; petugas/pegawai sekolah, dana, fasilitas,
peralatan, teknisi, staf administrasi, dll.
h. Evaluasi
Mengukuran pencapaian dalam pengajaran haruslah mengarah pada ranah tujuan
belajar yakni menilai belajar kognitif, afektif dan psikomotorik
5. Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil
Sistem yang didesain pada langkah sebelumnya maka pada langkah ini harus
diuji cobakan atau dites dan dilaksanakan. Apa yang dilaksanakan oleh anak
didik sebagai implementasi sistem, harus nilai agar dapat diketahui seberapa
jauh kemampuan yang telah dicapai baik secara kognitif, afektif dan psikomtorik
setelah proses belajar mengajar dilakukan.
6. Mengadakan
perbaikan (change to improve)
Hasil-hasil
dari evaluasi kemudian merupakan umpan balik (feed back) untuk keseluruhan
sistem sehingga ada perubahan-perubahan jika diperlukan, dapat dilakukan untuk
memperbaiki sistem intruksional
Ø kelebihan model pembelajaran Kemp :
ü dengan diagram yang berbentuk bulat telur, memungkinkan peneliti
dapat melakukan tahap-tahap pengembangan secara bebas dan memudahkan, namun
setiap unsur dalam proses pengembangan Kemp tetap saling memiliki
ketergantungan,
ü Diagram pengembangannya berbentuk bulat
telur yang tidak memiliki titik awal tertentu, sehingga dapat memulai
perancangan secara bebas,
ü Bentuk bulat telur itu juga menunjukkan
adanya saling ketergantungan di antara unsur-unsur yang terlibat,
ü Dalam setiap unsur ada kemungkinan untuk
dilakukan revisi, sehingga memungkinkan terjadinya sejumlah perubahan dari segi
isi maupun perlakuan terhadap semua unsur tersebut selama pelaksanaan program.
Ø Kelemahan model pembelajaran Kemp :
o
menunjukkan
langkah yang tidak sistematik, yang idealnya dapat dilakukan dengan diawali
identifikasi permasalahan,
o
proses perancangannya,
o
lalu pengujian dan
penggunaannya,
o
model
ini merupakan pengembangan sistem pembelajaran,
o
model
ini kurang lengkap dan kurang sistematis,
o
tidak
melibatkan penilaian ahli, sehingga ada kemungkinan perangkat pembelajaran yang
dilaksanakan terdapat kesalahan.
B.
Model PPSI
PPSI merupakan singkatan dari prosedur
pengembangan sistem intruksional. Istilah sistem instruksional mengandung
pengertian bahwa PPSImenggunakan pendekatan sistem dimana pembelajaran
adalah suatu kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri dari seperangkat
komponen yang saling berhubungan dan bekerjasama satu sama lain secara fungsional
dan terpadu dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan demikian PPSI adalah suatu
langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran sebagai suatu sistem
dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien
(Harjanto, 2008 : 75).
Model pengembangan intruksional PPSI ini
memiliki 5 langkah pokok yaitu:
a. Perumusan tujuan/kompetensi
Merumuskan tujuan/kompetensi beserta
indicator ketercapaiannya yang harus memenuhi 4 kriteria sebagai berikut:
1) Menggunakan istilah yang operasional
2) Berbentuk hasil belajar
3) Berbentuk tingkah laku
4) Hanya satu jenis tingkah laku
b. Pengembangan alat penilaian
1) Menentukan jenis tes/intrumen yang akan digunakan untuk
menilai tercapai tidaknya tujuan
2) Merencanakan pertanyaan (item) untuk
menilai masing-masing tujuan
c. Kegiatan belajar
1) Merumuskan semua kemungkinan
kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
2) Menetapkan kegiatan belajar yang tak
perlu ditempuh
3) Menetapkan kegiatan yang akan
ditempuh
d. Pengembangan program kegiatan
1) Merumuskan materi pelajaran
2) Menetapkan model yang dipakai
3) Alat pelajaran/buku yang dipakai
4) Menyusun jadwal
e. Pelaksanaan
a. Mengadakan pretest
b. Menyampaikan materi pelajaran
c. Mengadakan posttest
d. Perbaikan
Kelebihan
model pembelajaran PPSI antara lain:
o
Lebih
tepat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan perangkat pembelajaran bukan
untuk mengembangkan sistem pembelajaran,
o
Uraiannya
tampak lebih lengkap dan sistematis,
o
Dalam
pengembangannya melibatkan penilaian ahli, sehingga sebelum dilakukan uji coba
di lapangan, perangkat pembelajaran telah dilakukan revisi berdasarkan
penilaian, saran dan masukan para ahli.
Kelemahan
model pembelajaran PPSI antara lain:
o
Bagi
pendidik memerlukan waktu, tenaga dan pikiran yang lebih karena guru harus
memberikan pretest dan post test untuk setiap unit pelajaran.
C.
Dick and Carrey
Perancangan pengajaran menurut sistem pendekatan
model Dick & Cerey, yang
dikembangkan oleh Walter Dick & Lou Carey (dalam, Trianto, 2007: 61). Model
pengembangan ini ada kemiripan dengan model yang dikembangkan Kemp, tetapi
ditambah dengan komponen melaksanakan analisis pembelajaran, terdapat
beberapa komponen yang akan dilewati di dalam proses pengembangan dan
perencanaan tersebut
dikembangkan oleh Walter Dick & Lou Carey (dalam, Trianto, 2007: 61). Model
pengembangan ini ada kemiripan dengan model yang dikembangkan Kemp, tetapi
ditambah dengan komponen melaksanakan analisis pembelajaran, terdapat
beberapa komponen yang akan dilewati di dalam proses pengembangan dan
perencanaan tersebut
Dari model
di atas dapat di jelskan sebagai berikut :
1. Identifikasi tujuan, tahap awal model ini adalah menentukan apa yang
diinginkan agar mahasiswa dapat melakukannya ketika mereka telah menyelesaikan
program pengajaran.
2. Melakukan analisis instruksional, yakni menentukan kemampuan apa
saja yang terlibat dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan dan
menganalisa topik atau materi yang akan dipelajari.
3. Mengidentifikasi tingkah laku awal dan karakteristik mahasiswa,
ketika melakukan analisis terhadap keterampilan-keterampilan yang perlu
dilatihkan dan tahapan prosedur yang perlu dilewati, juga dipertimbangkan
keterampilan awal yang telah dimiliki mahasiswa.
4. Merumuskan tujuan kinerja. Berdasarkan analisis instruksional dan
pernyataan tentang tingkah laku awal mahasiswa kemudian dirumuskan pernyataan
khusus tentang apa yang harus dilakukan mahasiswa setelah menyelesaikan
pembelajaran.
5. Pengembangan tes acuan patokan. Pengembangan tes acuan patokan
didasarkan pada tujuan yang telah dirumuskan.
6. Pengembangan strategi pengajaran. Informasi dari lima tahap
sebelumnya, dilakukan pengembangan strategi pengajaran untuk mencapai tujuan
akhir.
7. Pengembangan atau memilih pengajaran. Tahap ini akan digunakan
strategi pengajaran untuk menghasilkan pengajaran, seperti petunjuk pembelajaran
untuk mahasiswa, materi, tes dan panduan dosen.
8. Merancang dan melaksanakan evaluasi formatif. Evaluasi dilakukan
untuk mengumpulkan data dan mengidentifikasi data tersebut.
9. Menulis perangkat. Hasil perangkat selanjutnya divalidasi dan
diujicobakan di kelas.
10. Revisi pengajaran. Tahap ini mengulangi siklus pengembangan
perangkat pengajaran. Data dari evaluasi sumatif yang telah dilakukan pada
tahap sebelumnya dianalisis serta diinterpretasikan.
Ø Kelebihan model pembelajaran Dick and Carrey :
o
langkah
awal yang sistematik dan pengujian yang berulang kali menunjukkan hasil yang
diperoleh dapat diterima dan meyakinkan,
o
analisis
tugas yang tersusun secara terperinci dan tujuan pembelajaran khusus secara
hirarkis,
o
adanya
uji coba yang berulang kali menyebabkan hasil yang diperoleh sistem dapat
diandalkan.
Ø Kelemahan model pembelajaran Dick and Carrey :
o
Pada tahap evaluasi formatif yang dilakukan untuk
menentukaan langkah pengembangan pembelajaran, sehingga waktu yang dibutuhkan
cukup lama,
o
uji
coba tidak diuraikan secara jelas kapan harus dilakukan dan kegiatan revisi
baru dilaksanakan setelah diadakan tes formatif,
o
pada
tahap-tahap pengembangan tes hasil belajar, strategi pembelajaran maupun pada
pengembangan dan penilaian bahan pembelajaran tidak nampak secara jelas ada
tidaknya penilaian pakar (validasi).
D.
Perncanaan pengajaran versi PBTE
Pengembangan program intruksional dilakanakan dengan pendekatan
sistematik. Pendekatan ini mempertimbangkan semua faktor dan komponen yang ada
sehingga pelaksanaan program akan berjalan secara efisiensi dan efektif.
Berdasarkan pola pendekatan tersebut maka sistem instruksional dikembangkan
melalui prosedur sebagai berikut:
1.
Merumuskan asumsi-asumsi secara
jelas, ekspilisit dan khusus.
Asumsi-asumsi tersebut
dirumuskan berdasarkan pada pokok-pokok pikiran yang bertalian dengan beberapa
hal, yaitu:
a.
Keyakinan tentang masyarakat,
pendidikan dan belajar.
b.
Pandangan tentang peranan guru
dalam sistem intruksional.
c.
Penjabaran ciri-ciri khusus dan
berbagi hambatan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan program.
2.
Mengidentifikasi kompetensi.
Terdapat enam jenis
pendekatan yang dapat digunakan untuk merumuskan kompetensi, yaitu sebgai
berikut:
a.
Menerjemahkan pelajaran yang
telah menjadi sejumlah kompetensi yang tujuan tingkah lakunya harus diteliti
kembali.
b.
Pendekakatan analisis tugas
yang harus dikerjakan, lalu ditentukan peran-peran apa yang diperlukan, lalu
ditentukan jenis-jenis kompetensi yang dituntut tersebut.
c.
Pendekatan kebutuhan siswa di
sekolah berdasarkan ambisi, nilai dan prespektif para siswa.
d.
Pendekatan kebutuhan
masyarakat. Berdasarkan kebutuhan masyarakat yang nyata disusun program sekolah
dan program latihan yang perlu dilakukan.
e.
Pendekatan teoritis yang
disususn secara logis dan melalui pemikiran deduktif dalam kerangka ilmu
tentang tingkah laku manusia.
f.
Pendekatan cluster yang disusun berdasarkan program umum yang biasa
berlangsung.
3.
Merumuskan tujuan-tujuan secara
deskriptif.
Kompetensi yang telah
ditentukan kemudian dirumuskan lebih khusus, lebih eksplisit menjadi
tujuan-tujuan yang dapat diamati, dapat diukur berdasarkan kreteria tertentu.
4.
Menentukan tingkat-tingkat
kriteria dan jenis assement.
Dengan
kriteria ini dapat ditentukan tingakat keberhasilan tentang sejauh mana suatu
tujuan telah dicapai.
5.
Pengelompokan dan penyusunan
tujuan-tujuan pelajaran berdasarkan urutan pikologis untuk mencapai maksud
instruksional.
6.
Mendesai strategi intruksional.
Beberapa strategi dapat
pula dirancang oleh guru, contohnya dengan ceramah.
7.
Mengorganiasikan sistem pengelolaan
kelas.
Sistem pengelolaan yang
ditentukan disesuaikan dengan berbagai alternatif kegiatan yang akan dilakukan,
seperti pengajaran individual, core pengajaran
unit.
8.
Mercobakan program.
Tujuannya adalah untuk
mengetes efektifitas strategi intruksional, kemantapan alat assement, efektivitas sistem pengelolaan
kelas.
9.
Menilai desain intruksional.
Penialian dilakukan
terhadap aspek-aspek, antara lain validitas tujuan, tingkat kriteria assement, stategi intruksional dan
organisasi sistem pengelolaan.
10. Memperbaiki kembali program.
Berdasarkan penilaian yang
telah diperoleh, maka perlu dilakukan beberapa perubahan dan perbaikan.
E.
Pengertian Model DSI-PK
Model Desain Sistem Instruksional Berorientasi Pencapaian Kompetensi (DSI-PK) adalah gambaran proses rancangan sistematis tentang pengembangan pembelajaran baik proses maupun bahan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pencapaian kompetensi.
Menurut Briggs (1979), Desain Sistem Instruksional adalah proses merancang/ merencanakan secara sistematis tentang analisis kebutuhan dan tujuan belajar, merancang pembelajaran dan pemanfaatan berbagai sumber daya dan potensi yang tersedia untuk mencapai tujuan.
Prosedur Pengembangan DSI-PK yaitu:
Model Desain Sistem Instruksional Berorientasi Pencapaian Kompetensi (DSI-PK) adalah gambaran proses rancangan sistematis tentang pengembangan pembelajaran baik proses maupun bahan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pencapaian kompetensi.
Menurut Briggs (1979), Desain Sistem Instruksional adalah proses merancang/ merencanakan secara sistematis tentang analisis kebutuhan dan tujuan belajar, merancang pembelajaran dan pemanfaatan berbagai sumber daya dan potensi yang tersedia untuk mencapai tujuan.
Prosedur Pengembangan DSI-PK yaitu:
1.
Menganalisis Kebutuhan proses
penjaringan informasi tentang kompetensi yang dibutuhkan tadik sesuai jenjang
pendidikan, yang meliputi; Kebutuhan Akademis
2.
(kebutuhan sesuai tuntutan kurikulum yang
tergambar disetiap bidang studi), Kebutuhan Nonakademis (kebutuhan diluar
kurikulum yang meliputi; kebutuhan personal, kebutuhan sosial, atau mungkin
kebutuhan vokasional), yang dijaring dengan berbagai teknik.
3.
Menentukan tema atau topik
pembelajaran, berdasarkan kebutuhan akademis, nonakademis, atau kedua-duanya,
dan kompetensi yang diharapkan disesuaikan dengan topik.
4.
Pengembangan, proses
mengorganisasikan mata pelajaran dan pengembangan proses pembelajaran, yang
dilakukan siswa dan guru dalam mencapai kompetensi
5.
Pengembangan alat evaluasi, yang memiliki
fungsi utama yaitu; evaluasi formatif (untuk melihat sejauh mana efektifitas
program yang disusun guru, untuk perbaikan program pembelajaran berikutnya),
evaluasi sumatif (untuk memperoleh informasi keberhasilan siswa mencapai
kompetensi/ sebagai bahan akuntabilitas guru dalam peelaksanaan pembelajaran)
3. Karakteristik Model DSI-PK
Karakteristik Model DSI-PK yaitu:
a. Model desain yang sederhana dengan tahapan yang jelas dan bersifat praktis
b. Secara jelas menggambarkan langkah-langkah yang harus ditempuh
c. Merupakan pengembangan dari analisis kebutuhan (analisis kebutuhan akademis dan personal sesuai tuntunan sosial kedaerahan)
d. Ditekankan pada penguasaan kompetensi sebagai hasil belajar yang dapat diukur.
4. Kelebihan Model DSI-PK
a. Rancangan pembelajaran model DSI-PK tidak hanya menyangkut rancangan kompetensi akademis sesuai standar isi kurikulum, tapi juga merancang kompetensi nonakademis yang sesuai dengan tuntutan sosial kedaerahan.
b. Kerangka berpikirnya menggunakan pendekatan sistem (menggunakan berbagai hal yang saling berkaitan) untuk mencapai tujuan
3. Karakteristik Model DSI-PK
Karakteristik Model DSI-PK yaitu:
a. Model desain yang sederhana dengan tahapan yang jelas dan bersifat praktis
b. Secara jelas menggambarkan langkah-langkah yang harus ditempuh
c. Merupakan pengembangan dari analisis kebutuhan (analisis kebutuhan akademis dan personal sesuai tuntunan sosial kedaerahan)
d. Ditekankan pada penguasaan kompetensi sebagai hasil belajar yang dapat diukur.
4. Kelebihan Model DSI-PK
a. Rancangan pembelajaran model DSI-PK tidak hanya menyangkut rancangan kompetensi akademis sesuai standar isi kurikulum, tapi juga merancang kompetensi nonakademis yang sesuai dengan tuntutan sosial kedaerahan.
b. Kerangka berpikirnya menggunakan pendekatan sistem (menggunakan berbagai hal yang saling berkaitan) untuk mencapai tujuan
BAB III
KESIMPULAN
A.
Setelah kami uraikan
tentang Model - model Pengembangan Sistem Instruksional , secara
garis besar dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
Ø Model pengembangan sistem instruksional adalah seperangkat prosedur
yang berurutan untuk melaksanakan pengembangan sistem instruksional.
Ø Dasar – dasar Pengembangan sistem
instruksional adalah atas dasar pengalaman empiris, dan
prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya.
Ø Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem
instruksional bisa meliputi dua cara: Pendekatan secara Empiris
dan Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach).
Ø Model – Model pengembangan instruksional, antara lain
pengembangan instruksional model Banathy, PPSI, model Kemp, model Briggs, model
Gerlach & Ely, model IDI (Instruksional Development Institute), Dick &
Cerey dan lain-lainnya.
B.
SARAN – SARAN
Ø Setelah membaca dan menguraikan tentang makalah ini, saran
yang dapat diberikan adalah :
o
Penulis perlu menggali kembali mengenai
pentingnya pengembangan system instruksional.
o
Perlunya mengaplikasikan
model-model pengembangan system instruksional yang sesuai dengan kondisi yang
ada.
BAB IV
PENUTUP
Guru adalah
sentralitas bagi proses pendidikan, baik dan buruknya adalah guru yang
mengarahkanya. Sehingga dalam perjalanan prosesnya guru mengalami banyak
kendala yang pada hakikatnya adalah implikasi kedinamisan masyarakat yang terus
berkembang dari waktu-kewaktu. Keberhasilan proses pengajaran anak didik tidak
akan tercapai jika hanya mengandalkan pribadi guru secara totaliter, semua yang
terkait dengan proses pengajaran harus mau dan mampu membantu guru dalam
menghadapi problematika yang mereka hadapi.
Dalam perjalanan pemecahan problematika guru, pada hakekatnya
merupakan masalah yang menyeluruh dalam kehidupan manusia. Semua tergantung
dari respect guru terhadap permasalahan tersebut dalam hubungannya dengan diri
sendiri, orang lain serta lingkungan, kebutuhan akan kestabilan emosi, rasa
cinta, serta prospek masa depan yang jelas adalah kunci awal bagi seorang guru.
Dari kutipan pembahasan yang ada didalam makalah ini, maka dapat
disimpulkan bahwa sistem instruksional yang baik adalah yang bisa digunakan
dengan sebaik mungkin oleh pengajar atau tenaga pendidikan dikelola secara
jelas dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Mudhoffir. 1986. ”Teknologi Instruksional”, Bandung : CV.
Remadja Karya.
Harjanto, 2005,”Perencanaan Pengajaran”, Jakarta : Rineka Cipta.
Ely, Donal P. 1978,,”Instruksional Design & Development”, New
York : Syracuse University Publ.
Baker, Robert L & Richard R Schutz, 1971,”Instructional Product
Development”, New York : Van Nostrand Reinhold Company.
Briggs, Leslie, J. 1979,”Instruksional Design : Prinsiples and
Aplication”, Educational Technology Publicatios : Englewood Cliffs, N.J.
Harjanto, 2008,”Perencanaan Pengajaran”, Jakarta : Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar.2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem, Bandung; Bumi Aksara
No comments:
Post a Comment