Thursday, February 28, 2013
Tuesday, February 26, 2013
artikel compresion tester
https://docs.google.com/file/d/0BwU13KA2a1rucGJ2OVVZcFBHSk0/edit
download artikel compresion tester
compresion tester
download artikel compresion tester
compresion tester
struktur kristal dan deformasi
Struktur
Kristal dan Deformasi
A. Struktur
atom
Semua zat
terdiri dari atom, dan atom tersebut terdiri dari inti ( terdir dari proton dan
neutron ) yang dikelilingi oleh sejumlah electron. Electron mnempati sebuah
shell. Suatu atom mempunyai satu atau lebih shell. Jumlah electron pada shell
terluar banyak menentukan sifat dari atom tersebut.
B. Ikatan
atom
Ada 3 ikatan atom :
1.
Ikatan
ionic
2.
Ikatan
kovalen atau homopolar
3.
Ikatan
logam
C.
Struktur
kristal
Kristal adalah
susunan atom-atom dalam tiga dimensi menurut suatu pola tertentu. Bila dari
inti-inti atom dalam suatu kristal ditarik garis – garis imajiner melalui inti
atom tetangganya maka akan diperoleh suatu kerangka dimensi yang disebut space lattice (kisi ruang ).
Space lattice tersusun dari sejumlah besar unit cell (sel satuan ). Unit cell
merupakan bagian terkecil dari space lattice, yang bila disusun ke arah
sumbunya akan membentuk space littice.
Ada 7 macam
sistem kristal, yaitu cubic, tetragonal, orthorhombic, monoclinic, triclinic,
hexagonal, dan rhombohedral. Dari ketujuh sistem kristal tersebut ada 14 jenis
bentuk space lattice yang mungkin terjadi. Dari keempatbelas jenis tersebut
ternyata hanya 3 yang sering dijumpai pad logam yang biasa digunakan, yaitu:
1.
Face centered cubic
(FCC) atau kubus pemusatan sisi (KPS)
2. Body
ceentered cubic (BCC) atau kubus pemusatan ruang (KPR)
3.
Hexagonal close-packed
(HCP) atau hexagonal tumpukan padat (HTP)
Ternyata ada
beberapa unsur yang dapat dijumpai dengan sifat space lattice yang berbeda, hal
ini dinamakan polimorfi. Logam yang bersifat polimorfi ada yang bersifat
polimorfinya bersifat refersibel, pada suatu kondisi jenis space latticenya
tertentu dan bila kondisi berubah, space lattice juga akan berubah, dan bila
kondisi berubah, dan bila kondisi kembali seperti semula maka space latttice
juga kan kembali seperti semula. Sifat ini dinamakan allotropi.besi juga
memiliki sifat allotropi.
D.
Bidang
kristalografi
Bidang
kristalografi atau indeks miller adalah bidang didalam lattice kristal dimana
terdapat susunan atom-atom. Untuk menentukan indeks miller dibuat suatui ruang
melalui susunan atom, dengan mengambil saatu titik atom dari lattice
sebagai titik pusat koordinat ruang.
Selanjutnya :
1.
Tentukan panjang
potongan ketiga sumbu koordinat, diukur dari pusat koordinat sampai ke titik
potong sumbu dengan bidang yang
dimaksud.
2. Ambil
kebalikan dari harganya
3. Sederhanakan
perbandingan harga tersebut. Bilangan tersebut dinamakan indeks miller
4.
Tulis nama bidang
kristalografi denag memberi tanda kurung pada indeks miller
Titik pusat koordianat dapat ditetapkan
sembarang titik pada lattice atau unit cell maka bidang yang berbeda akan dapat
mempunyai indeks miller yang sama, asal kedudukan nya terhadap titik pusat juga
sama. Jadi bidang ini dapat dikatakan ekuivalen.
E.
Kristalisasi
Kristalisasi
adalah proses pembentukan kristal, yang terjadi pada saat pembekuan, perubahan
dari fase cair ke padat. Dilihat dari mekanismenya kristalisasi terjadi pada
dua tahap :
1. Pembentukan
inti atau pengintian ( nucleation )
Inti atom akan menjadi pusat dari proses
kristalisasi selanjutnya. Dengan makin turunnya temperatur makin banyak atom
yang bergabung dengan inti atau membentuk inti baru.
2. Pertumbuhan kristal ( crystal growth )
Pertumbuhan ini berlangsung dari tempat
yang lebih dingin menuju tempat yang lebih panas. Pertumbuhan membentuk cabang
ataupun ranting, struktur seperti ini disebut struktur dendrit. Pertemuan satu
dendrit kristal dengan lainnya dinamakan batas butir kristal yang merupakan
bidang yang membatasi antara 2 kristal.
F.
Cacat pada kristal
Kristal yang
sempurna adalah kristal yang susunan atomnya seluruhnya teratur mengikuti suatu
pola tertentu. Cacat disini merupakan keridak sempurnaan susunan atom.cacat
dapat terjadi pada saat pembekuan atau dikarenakan mekanik.
Macam-macam
cacat:
1.
Cacat fisik ( point
defect )
2. Cacat
garis ( line defect )
3. Cacat
bidang ( interfacial defect )
4. Cacat
ruang ( bulk defect )
G.
Deformasi
plastik pada kristal
Bila suatu
kristal mengalami tegangan maka susunan atom pada kristal itu akan mengalami
perubahan posisi, perubahan ini bersifat sementara bila tegangan yang bekerja
tidak cukup besar dan akan bersifat permanen bila tegangan yang bekerja
melampaui yield. Deformasi tersebut dapat dikarenakan slip atau twinning
ataupun kombinasi keduanya.
a.
Deformasi dengan slip
Slip terjadi
bila sebagian kristal tergeser relatif terhadap bagian kristal lain sepanjang
bidang kristolografi tertentu. Slip terjadi pada bidang yang paling padat atom
dan arah slip juga pada daerah yang paling padat karena untuk menggesernya
perlu energi paling kecil. Sistem slip adalah slip terjadi pada beberapa bidang
dan arah tertentu. Slip terjadi dengan bergesernya garis dislokasi sedikit demi
sedikit.
Untuk dapat
terjadinya slip harus ada gaya geser yang cukup, bila belum cukup distorsi yang
ditimbulkan hanya bersifat sementara dan elastik. Bila slip telah terjadi
hingga seberang butir kristal maka slip ini akan diteruskan ke butir berikutnya
dan karena butir berikutnya mempunyai orientasi yang berbeda, arah bidang
slip akan berbeda, maka dislokasi akan
tertahan pada batas butir.
b.
Deformasi dengan
twinning
Twinning terjadi
bila satu bagian dari butir kristal berubah orientasinya sedemikian rupa
sehingga susunan atom di bagian tersebut akan membentuki simetri dengan bagian
kristal lain yang tidak mengalami twinning. Susunan atom pada bagian yang
mengalami twinning ini merupakan mirror image dari bagian yang tidak mengalami
twinning. Perbedaan antara slip dan twinning, yaitu : pada slip orientasi
seluruh kristal tetap sama, sedangkan pada twinning sebagian kristal akan
berubah orientasinya. Jarak pergeseran atom pada slip dapat hingga beberapa
jarak atom, sedangkan pada twinning jarak pergeseran ini hanya sedikit. Pada
twinning pergerakan atom terjadi sekaligus seluruh atom bergerak bersamaan
sedangkan pada slip sebagian demi sebagian.
Twinning dapat
terjadi bila kemungkinan untuk slip kecil, yaitu bila pada slip system terbatas
seperti pada logam dengan kristal HCP. Karena itu twinning biasany tidak
terjadi pada BCC dan FCC.
Twinning dapat terjadi sebagai akibat gaya
mekanik, disebut mechanical twins, dan dapat terjadi pada kristal yang telah
dideformasi lalu dianneal, disebut annealing twins
H.
Pengaruh
pengerjaan dingin terhadap sifat mekanik
Akibat
pengerjaan dingin beberapa sifat mekanik akan mengalami perubahan, yaitu
tensile strength, yield strength, dan kekerasan akan naik, keuletan akan
menurun dan sifat penghantar listrik akan mengalami penurunan.
I.
Rekristalisasi
Bila logam yang
telah mengalami pengerjaan dingin ini dipanaskan kembali maka atom-atom akan
menerima sejumlah energi panas yang dapat dipakai untuk bergerak menuju atau
membentuk sejumlah kristal yang lebih bebas cacat, bebas teganan dalam.
Perubahan selama pemanasan terdapat dapat dibagi menjadi 3 tahapan :
1.
Recovery
Terjadi
pada awal pemanasan kembali , pada temperatur yang agak rendah, dan perubahan
yang terjadi tidak diikuti perubahan struktur mikro. Perubahan yang terjadi
hanyalah perubahan tegangan dalam.
2. Recrystallization
Pemanasan
kembali hingga ke temperatur yang lebih tinggi akan menyebabkan munculnya kristal
baru dari kristal yang terdistorsi, dengan struktur lattice dengan komponen
yang sama seperti pada saat sebelum pengerjaan dingin.
3.
Grain growth
Butir ( grain) kristal yang besar
mempunyai free energy yang lebih rendah, karenanya butir kristal cenderung
untuk tumbuh lebih besar hingga mencapai ukuran maksimum untuk temperatur
tersebut. Mskin tinggi temperatyur pemanasan makin besar juga ukuran butir yang
terjadi.
tachometer
BAB I
TACHOMETER
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa akan dapat menjelaskan fungsi dan jenis-jenis
tachometer serta mampu menggunakan tachometer.
A. Fungsi Tachometer
Tachometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur putaran. Satuan dari
putaran adalah rpm (revolution per minute) atau m/min (meter per minute).
B. Jenis-jenis Tachometer
Secara umum, tachometer dibagi menjadi dua, yaitu analog tachometer dan digital
tachometer. Analog tachometer akan menunjukkan data putaran secara analog (memakai
jarum), sedangkan digital tachometer akan menunjukkan data putaran secara digital.
C. Analog Tachometer
Input analog tachometer dibagi menjadi dua model, yaitu mekanik (menggunakan
kabel tachometer) dan digital (menggunakan sensor). Namun data putaran yang dihasilkan
keduanya tetap ditampilkan secara analog.
Langkah-langkah penggunaan analog tachometer dengan input menggunakan kabel
tachometer adalah sebagai berikut:
1. Pasang kabel tachometer pada mesin (untuk bagian bawah).
2. Pasang kabel tachometer pada panel tachometer (untuk bagian atas).
3. Jalankan (start) mesin.
4. Amati dan catat putaran yang dihasilkan.
Langkah-langkah penggunaan analog tachometer dengan input menggunakan
sensor adalah sebagai berikut:
1. Pasang sensor pada poros yang akan diukur putarannya.
2. Pasang batterai pada unit tachometer.
Langkah-langkah penggunaan analog tachometer dengan input menggunakan
sensor adalah sebagai berikut:
1. Pasang sensor pada poros yang akan diukur putarannya.
2. Pasang batterai pada unit tachometer.
3. Hubungkan kabel sensor pada unit tachometer, batterai, dan tachometer switch.
4. Tekan tachometer switch ke posisi “on” sehingga lampu indikator menyala.
5. Jalankan (start) mesin.
6. Amati dan catat putaran yang dihasilkan.
D. Digital Tachometer
Penggunaan digital tachometer dibagi menjadi dua model, yaitu contact dan noncontact.
Langkah-langkah penggunaan digital tachometer model contact adalah sebagai
berikut:
1. Pasang batterai pada digital tachometer.
2. Pasang model contact yang diinginkan.
3. Pilih selector ke posisi “m/min contact” untuk penggunaan surface speedring atau “rpm
contact” untuk penggunaan contact tach test device.
4. Rentang pengukuran surface speedring adalah 0,05 – 1.999,9 (m/min), sedangkan
rentang pengukuran contact tach test device adalah 0,5 – 19.999 rpm.
5. Sentuhkan contact digital tachometer pada poros yang berputar sambil menekan
tombol ukur disebelah kanan digital tachometer.
6. Tekan tombol “mem” atau memori untuk menyimpan data.
Langkah-langkah penggunaan digital tachometer model non-contact adalah sebagai
berikut:
1. Pasang batterai pada digital tachometer.
2. Lepaskan contact pada ujung digital tachometer.
3. Pilih selector ke posisi “rpm photo”.
4. Rentang pengukuran rpm photo adalah 2,5 – 99.999 rpm.
5. Pasang stiker warna putih pada poros yang akan diukur putarannya.
6. Jalankan (start) mesin.
7. Tekan tombol ukur di sebelah kanan digital tachometer dan arahkan sinarnya pada
stiker putih di poros yang akan diukur putarannya.
8. Tekan tombol “mem” untuk menyimpan data.
Monday, February 25, 2013
implementasi sistem nilai, kelembagaan, dan pembentukan prilaku
IMPLEMENTASI
SISTEM NILAI,
KELEMBAGAAN, DAN PEMBENTUKAN PRILAKU
“Globalisasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kini sudah mulai memasuki Negara Indonesia, hal ini
menyebabkan terjadinya perubahan sosial secara derastis.
Untuk mengatasi, supaya perubahan sosial yang terjadi tidak menghapus budaya –
budaya luhur bangsa kita maka dibutuhkan jati diri yang sesuai dengan pribadi
bangsa kita.”
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memang tidak
bisa di hindari, karena kita juga tidak mau dianggap sebagai bangsa yang
memiliki SDM rendah. Tapi kita juga harus mempertahankan jati diri yang dimiliki
bangsa ini sejak zaman kerajaan dahulu yang adi luhur. Jati diri bangsa
Indonesia sangat disegani bangsa lain, seperti halnya pada zaman kerajaan
majapahit. Negara kita merupakan Negara yang kuat saat itu, karena kita bersama
– sama bersatu dengan jati diri suatu bangsa yang kuat. Dari bermacam – macam
suku bangsa, kita bersatu dalam kerajaan majapahit. Mengapa hal tersebut tidak
bisa diulang saat ini? Karena, kita semua telah kehilangan jati diri bangsa
Indonesia. Jika kita bisa mempertahankan
jati diri bangsa dan menerima kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
terjalin keseimbangan antara keduanya. Maka bangsa kita akan menjadi bangsa
yang kuat dan tangguh dari pada bangsa – bangsa lain.
Bagaimana
caranya agar bangsa kita bisa memiliki jati diri bangsa Indonesia?
Untuk menjadi bangsa yang memiliki jati diri kita
harus berpegang teguh pada standar nilai yang ada. Misalkan standar agama,
standar etika, standar estetika, standar hukum, standar logika, standar
ekonomi. Tetapi semua standar nilai tersebut sudah terangkum semuannya dalam
standar budaya Indonesia. Di Indonesia, terdapat bermacam – macam suku bangsa
yang memiliki bermacam – macam nilai budaya yang beraneka ragam. Semuannya
telah menjadi satu yaitu nilai pancasila, yang telah memuat semua intisari dari
nilai – nilai dari setiap suku bangsa di Negara ini. Hal ini akan menjadikan
karakter bangsa Indonesia sangat unik. Maka perlu diadakan penanaman nilai
pancasila pada semua generasi bangsa ini.
Setelah penanaman nilai pada semua generasi, pasti
kita semua akan bisa membedakan mana yang boleh atau tidaknya suatu hal
dilakukan. Misalkan :
“korupsi
merupakan salah satu kegian yang merugikan bangsa dan rakyat. Tetapi oleh orang
yang kurang memahami arti nilai pancasila hal tersebut akan tetap dilaksanakan.
Berbeda dengan orang yang memahami betul dan menghayati nilai pancasila, dia
pasti akan menentang secara keras maupun halus, karena dia tahu bahwa hal
tersebut tidak boleh dilakukan.”
Setelah sudah bisa membedakan yang baik dan buruk,
maka selanjutnya diharapkan bisa menjadi kebiasaan di bangsa kita, sehingga
bangsa kita bisa menjadi teladan bangsa – bangsa di dunia ini. Dan cita – cita
dalam pembukaan UUD 45, untuk mewujudkan perdamaian dunia bisa tercapai.
“KONDISI BANGSA DI DUNIA SAAT INI IBARAT
SEBUAH POHON GUNDUL”
Terjadinya krisis ekonomi, politik, moneter, hukum,
kepercayaan, moral, kini sudah mulai memprihatinkan. Semua ini disebabkan
karena manusia telah kehilangan jati dirinya.
Jati diri manusia => sebuah anugerah yang diberikan
tuhan pada manusia, sebagai perpaduan antara cipta, karsa dan rasa.
Jati diri akan membantu penghayatan suatu nilai dalam
diri manusia, sehingga nilai – nilai tersebut akan dijadikan landasan dalam
setiap tindakan manusia. Inilah yang disebut sebagai manusia berkarakter. Dan
manusia yang bisa mempertahankan karakternya terus – menerus sehingga akan
menjadi sebuah kepribadian yang luar biasa. Maka untuk menumbuhkan kembali daun
– daun dalam pohon diperlukan jati diri dari semua manusia di dunia.
Bagaimana
cara membagun karakter manusia?
Karakter dalam diri manusia tidak akan muncul dengan
sendirinya, tentu perlu dilakukan berbagai upaya untuk memunculkannya. Berbagai
hal yang bisa memunculkan karakter setiap manusia :
a.
Pendidikan
=> melalui pendidikan formal maupun non formal.
b.
Pengalaman
=> melalui pengalaman orang lain ataupun diri sendiri.
c.
Percobaan
=> melalui studi sosial kehidupan masyarakat.
d.
Pengaruh
lingkungan => melalui aktifitas di lingkungan masyarakat.
Manusia terdiri dari individu – individu yang unik.
Setiap individu memiliki karakteristik masing – masing. Mulai dari kepribadian,
persepsi, dan lain sebagainya. Hal ini perlu diperhatikan, sehingga penanaman
nilai – nilai kepada setiap individu bisa maksimal. Tentu dengan cara yang
berbeda – beda untuk masing masing individu. Karena ada manusia yang lebih suka
belajar melalui pendidikan formal, melalui pengalaman, dan melalui cara – cara
yang menurut mereka bisa merasa nyaman menerima suatu pengetahuan.
Bagaimana
pendidikan moral yang seharusnya diberikan pada generasi saat ini?
Untuk menanamkan nilai – nilai terutama nilai
pancasila, suatu lembaga pendidikan sangat diperlukan. Tapi bagaimana
pembelajaran yang seharusnya dilaksanakan? Pembelajaran moral pancasila di
sekolah maupun fakultas kian terlihat tidak efektif. Semuanya cenderung linier,
sebaiknya tiap individu diajak berpikir kreatif, inofatif, dan terbuka.
Kemampuan memandang masalah secara obyektif perlu diasah. Hal ini, bertujuan
untuk memunculkan ide-ide pemecahan masalah dari tiap – tiap individu.
Pembelajaran moral di pendidikan formal cenderung
hanya penyampain materi mengenai pengertian – pengertian secara umum saja. Hal ini
hanya akan menjadikan setiap individu mengerti tanpa menghayati makna
sesungguhnya yang terkandung dalam pancasila.
Sebenarnya pembelajaran moral terbaik adalah dengan
cara praktek kehidupan di masyarakat. Kita jangan melupakan pribahasa “experience is the best teacher”. Tapi
praktek kehidupan yang bagaimana? Tentu masih menjadi pertanyaan baru. Mari
kita hilangkan pernyataan yang bisa merobohkan keyakinan kita. Karena hal ini
adalah awal dari individu yang berkarakter.
Pelajaran moral praktek lapangan, dilakukan dengan
cara melakukan study langsung ke lapangan. Para pelajar atau mahasiswa langsung
dibawa kemasyarakat untuk melihat langsung masalah – masalah yang terjadi di
masyarakat. Sehingga mereka langsung belajar dan ikut mengalami permasalahan
tersebut. Maka, mereka akan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan dari
sinilah akan muncul karakter dari masing - masing individu yang beraneka ragam
dan dengan jati diri masing – masing. Tentu dengan dasar nilai – nilai
pancasila.
Misalkan:
Untuk pembelajaran mengenai sila ke-1 (ketuhanan yang
maha esa). Setiap individu sebaiknya diajak mengunjungi tiap – tiap tempat
ibadah semua agama di Indonesia, sehingga akan memunculkan rasa toleransi dari setiap
individu tersebut. Tentu dalam hal ini mereka akan melihat sendiri aktifitas
dari semua macam agama di Indonesia.
Realita
pendidikan moral saat ini.
Berbagai macam nilai – nilai memang sangat penting
disampaikan pada semua manusia, khusunya para generasi penerus bangsa. Tetapi
apakah semua nilai tersebut sudah tersampaikan secara maksimal? Ini menjadi PR
tersendri bagi pemerintah. Realita saat ini, pendidikan di Indonesia masih
belum mampu memberikan rasa penghayatan terhadap nilai – nilai yang ada,
terutama nilai yang terkandung dalam pancasila. Untuk menjadikan manusia yang
kompetitif dan berkarakter seharusnya melalui bagan sebagai berikut.

Manusia berkarakter
![]() |
Untuk memperoleh manusia sebagai berikut, perlu halnya
revolusi pembelajaran yang mutakhir. Tidak hanya melalui peyampaian materi –
materi, pemberian contoh permasalahan. Tatapi seharusnya pelajar langsung
diajak terjun ke lapangan untuk melihat berbagai permasalahan yang ada,
selanjutnya menanamkan rasa ingin perubahan. Karena bangsa ini sudah sangat
lelah dengan kebobrokan karakternya. Dengan demikian mereka bisa langsung belajar
nilai dan langsung bisa mengimplementasikannya. Setelah terbiasa dengan hal
tersebut, kelamaan akan menjadi kebiasaan sehingga bisa menjadi manusia dengan
karakter – karakter pancasilais.
Monday, February 18, 2013
Wednesday, February 13, 2013
sistem ketatanegaraan indonesia pasca amandemen
Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen
CARA CEPAT DAN RINGKAS
MEMAHAMI PERUBAHAN SISTEM KETATANEGARAAN RI
MEMAHAMI PERUBAHAN SISTEM KETATANEGARAAN RI
Berikut merupakan uraian singkat hasil presentasi penulis sebagai pemakalah yang disampaikan pada Diskusi Ilmiah pada tanggal 17 Maret 2007 di Kedutaan Besar New Delhi. Kepada peminat hukum maupun para pengunjung yang berulang kali menanyakan materi tentang perubahan sistem ketatanegaraan kontemporer RI dan memerlukan soft copy (power point) pemaparan secara lengkap, dapat menghubungi penulis sebagai mana terlampir di akhir artikel singkat berikut ini.
A. PENDAHULUAN
Konsep Negara Hukum (Rechtsstaat), mempunyai karakteristik sebagai berikut:
- Penyelenggaraan
negara berdasar Konstitusi.
- Kekuasaan
Kehakiman yang merdeka.
- Penghormatan
terhadap Hak Asasi Manusia.
- Kekuasaan
yang dijalankan berdasarkan atas prinsip bahwa pemerintahan, tindakan dan
kebijakannya harus berdasarkan ketentuan hukum (due process of law ).
UUD 1945
--> Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman --> Lembaga Negara dan
Organ yang Menyelenggarakan Kekuasaan Negara.
B. DASAR PEMIKIRAN DAN LATAR BELAKANG PERUBAHAN UUD 1945
B. DASAR PEMIKIRAN DAN LATAR BELAKANG PERUBAHAN UUD 1945
- Undang-Undang
Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan
tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat.
Hal ini berakibat pada tidak terjadinya checks and balances
pada institusi-institusi ketatanegaraan.
- Undang-Undang
Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang
kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive
heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi
dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif
(antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan
kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
- UUD
1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga
dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal
7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).
- UUD
1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk
mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang
kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting
sesuai kehendaknya dalam Undang-undang.
- Rumusan
UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung
ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang
demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi
manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya
praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945,
antara lain sebagai berikut:
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
C. HIERARKI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Menurut TAP
MPRS XX Tahun 1966:
- UUD
1945
- TAP MPR
- UU/PERPU
- Peraturan
Pemerintah
- Keputusan
Presiden
- Peraturan
Menteri
- Instruksi
Menteri
Menurut TAP
MPR III Tahun 2000:
- UUD
1945
- TAP MPR
- UU
- PERPU
- PP
- Keputusan
Presiden
- Peraturan
Daerah
Menurut UU
No. 10 Tahun 2004:
- UUD
1945
- UU/PERPU
- Peraturan
Pemerintah
- Peraturan
Presiden
- Peraturan
Daerah
D.
KESEPAKATAN PANITIA AD HOC TENTANG PERUBAHAN UUD 1945
- Tidak
mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sistematika, aspek
kesejarahan dan orisinalitasnya.
- Tetap
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
- Mempertegas
Sistem Pemerintahan Presidensial.
- Penjelasan
UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan
dalam pasal-pasal.
- Perubahan
dilakukan dengan cara “adendum”.
E. LEMBAGA
NEGARA DAN SISTEM PENYELENGGARAAN KEKUASAAN NEGARA SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945
Deskripsi
Singkat Struktur Ketatanegaraan RI Sebelum Amandemen UUD 1945:
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
MPR
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
MPR
- Sebagai
Lembaga Tertinggi Negara diberi kekuasaan tak terbatas (super power)
karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”
dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang
menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.
- Susunan
keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta utusan
golongan yang diangkat.
Dalam
praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan antara lain:
- Presiden,
sebagai presiden seumur hidup.
- Presiden
yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali berturut turut.
- Memberhentikan
sebagai pejabat presiden.
- Meminta
presiden untuk mundur dari jabatannya.
- Tidak
memperpanjang masa jabatan sebagai presiden.
- Lembaga
Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah Presiden, yaitu dengan memanfaatkan
kekuatan partai politik yang paling banyak menduduki kursi di MPR.
PRESIDEN
- Presiden
memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR, meskipun
kedudukannya tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet”.
- Presiden
menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi (consentration of
power and responsiblity upon the president).
- Presiden
selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga
memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan
yudikatif (judicative power).
- Presiden
mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
- Tidak
ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai
presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.
DPR
- Memberikan
persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
- Memberikan
persetujuan atas PERPU.
- Memberikan
persetujuan atas Anggaran.
- Meminta
MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban
presiden.
DPA DAN BPK
- Di
samping itu, UUD 1945 tidak banyak mengintrodusir lembaga-lembaga negara
lain seperti DPA dan BPK dengan memberikan kewenangan yang sangat minim.
F. LEMBAGA
NEGARA DAN SISTEM PENYELENGGARAAN KEKUASAAN NEGARA SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945
Deskripsi
Struktur Ketatanegaraan RI “Setelah” Amandemen UUD 1945:
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Perubahan (Amandemen) UUD 1945:
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Perubahan (Amandemen) UUD 1945:
- Mempertegas
prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan
menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka,
penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas
prinsip due process of law.
- Mengatur
mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti
Hakim.
- Sistem
konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances)
yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi
masing-masing.
- Setiap
lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
- Menata
kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa lembaga
negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara
berdasarkan hukum.
- Penyempurnaan
pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga negara disesuaikan
dengan perkembangan negara demokrasi modern.
MPR
- Lembaga
tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya
seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
- Menghilangkan
supremasi kewenangannya.
- Menghilangkan
kewenangannya menetapkan GBHN.
- Menghilangkan
kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung
melalui pemilu).
- Tetap
berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
- Susunan
keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui
pemilu.
DPR
- Posisi
dan kewenangannya diperkuat.
- Mempunyai
kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR
hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan
RUU.
- Proses
dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
- Mempertegas
fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
DPD
- Lembaga
negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah
dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan
daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR.
- Keberadaanya
dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.
- Dipilih
secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
- Mempunyai
kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan
kepentingan daerah.
BPK
- Anggota
BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
- Berwenang
mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah
(APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan
ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
- Berkedudukan
di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
- Mengintegrasi
peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan
ke dalam BPK.
PRESIDEN
- Membatasi
beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan
pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem
pemerintahan presidensial.
- Kekuasaan
legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
- Membatasi
masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
- Kewenangan
pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.
- Kewenangan
pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.
- Memperbaiki
syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden
menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai
pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
MAHKAMAH
AGUNG
- Lembaga
negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan
peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
- Berwenang
mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di
bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.
MAHKAMAH
AGUNG
- Di bawahnya
terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan
Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN).
- Badan-badan
lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan
lain-lain.
MAHKAMAH
KONSTITUSI
- Keberadaanya
dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the
constitution).
- Mempunyai
kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar
lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil
pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD.
- Hakim
Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah
Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga
mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif,
legislatif, dan eksekutif.
·
Pendahuluan
Sistem ketatanegaraan kita pasca amandemen UUD 1945, sesungguhnya mengandung dimensi yang sangat luas, yang tidak saja berkaitan dengan hukum tata negara, tetapi juga bidang-bidang hukum yang lain, seperti hukum administrasi, hak asasi manusia dan lain-lan. Dimensi perubahan itu juga menyentuh tatanan kehidupan politik di tanah air, serta membawa implikasi perubahan yang cukup besar di bidang sosial, politik, ekonomi, pertahanan, dan hubungan internasional.
Tentu semua cakupan masalah yang begitu luas, tidak dapat saya ketengahkan dalam ceramah yang singkat ini. Ceramah ini hanya akan menyoroti beberapa aspek perubahan konstitusi dan pengaruhnya terhadap lembaga-lembaga negara, yang menjadi ruang lingkup kajian hukum tata negara. Terkait dengan hal itu, saya tentu harus menjelaskan sedikit latar belakang sejarah, gagasan dan hasil-hasil perubahan, yang menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan dengan UUD 1945 sebelum amandemen. Saya ingin pula mengetengahkan serba sedikit analisis, tentang kelemahan-kelemahan UUD 1945 pasca amandemen, untuk menjadi bahan telaah lebih mendalam, dan mungkin pula dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi penyempurnaan UUD 1945 pasca amandemen.
Sistem ketatanegaraan kita pasca amandemen UUD 1945, sesungguhnya mengandung dimensi yang sangat luas, yang tidak saja berkaitan dengan hukum tata negara, tetapi juga bidang-bidang hukum yang lain, seperti hukum administrasi, hak asasi manusia dan lain-lan. Dimensi perubahan itu juga menyentuh tatanan kehidupan politik di tanah air, serta membawa implikasi perubahan yang cukup besar di bidang sosial, politik, ekonomi, pertahanan, dan hubungan internasional.
Tentu semua cakupan masalah yang begitu luas, tidak dapat saya ketengahkan dalam ceramah yang singkat ini. Ceramah ini hanya akan menyoroti beberapa aspek perubahan konstitusi dan pengaruhnya terhadap lembaga-lembaga negara, yang menjadi ruang lingkup kajian hukum tata negara. Terkait dengan hal itu, saya tentu harus menjelaskan sedikit latar belakang sejarah, gagasan dan hasil-hasil perubahan, yang menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan dengan UUD 1945 sebelum amandemen. Saya ingin pula mengetengahkan serba sedikit analisis, tentang kelemahan-kelemahan UUD 1945 pasca amandemen, untuk menjadi bahan telaah lebih mendalam, dan mungkin pula dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi penyempurnaan UUD 1945 pasca amandemen.
·
UUD 1945 dan Perubahan
Sejak awal disahkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, UUD itu sesungguhnya tidaklah dimaksudkan sebagai undang-undang dasar yang bersifat permanen. Ir. Soekarno yang mengetuai sidang-sidang pengesahan UUD itu dengan tegas menyebutkan bahwa UUD 1945 itu adalah undang-undang dasar sementara, yang dibuat secara “kilatâ€�?. “Nantiâ€�?, kata Soekarno, jika keadaan telah memungkinkan, kita akan membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang akan menyusun undang-undang dasar yang lebih lengkap dan sempurna. Aturan Tambahan UUD 1945 telah secara implisit menyebutkan bahwa UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 itu, hanya akan berlaku 12 bulan lamanya. Dalam enam bulan sesudah berakhirnya Perang Asia Timur Raya, Presiden sudah harus menyelesaikan tugasnya menyusun segala peraturan dan membentuk lembaga-lembaga negara sebagaimana diatur oleh UUD 1945, termasuk membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dalam 6 bulan setelah MPR terbentuk, majelis itu sudah harus menyelesaikan tugasnya menyusun undang-undang dasar yang baru.       Â
Pemahaman dan penafsiran saya terhadap ketentuan Aturan Peralihan di atas, didasarkan atas notulen perdebatan dalam rapat-rapat pengesahan UUD 1945, yang menjadi latar belakang perumusan ketentuan Aturan Peralihan itu. Pemahaman itu didukung pula oleh fakta sejarah, dengan diterbitkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945, yang menyerukan kepada rakyat untuk membentuk partai politik dalam rangka penyelenggaraan pemilihan umum, yang akan dilaksanakan tanggal 1 Februari 1946. Dalam maklumat itu antara lain dikatakan bahwa pemilu diperlukan agar pemerintahan negara kita dapat disusun secara demokratis. Mungkin dengan pemilihan umum itu, demikian dikatakan dalam maklumat, Pemerintah kita akan berubah, dan undang-undang dasar kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak. Sayangnya pemilihan umum 1 Februari 1946 itu tidak dapat dilaksanakan. Situasi dalam negeri memburuk akibat kedatangan tentara sekutu yang diboncengi pasukan Belanda. Perang Kemerdekaan berkecamuk, pusat pemerintahan pindah dari Jakarta ke Yogyakarta.        Â
UUD 1945 dan Perubahan
Sejak awal disahkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, UUD itu sesungguhnya tidaklah dimaksudkan sebagai undang-undang dasar yang bersifat permanen. Ir. Soekarno yang mengetuai sidang-sidang pengesahan UUD itu dengan tegas menyebutkan bahwa UUD 1945 itu adalah undang-undang dasar sementara, yang dibuat secara “kilatâ€�?. “Nantiâ€�?, kata Soekarno, jika keadaan telah memungkinkan, kita akan membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang akan menyusun undang-undang dasar yang lebih lengkap dan sempurna. Aturan Tambahan UUD 1945 telah secara implisit menyebutkan bahwa UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 itu, hanya akan berlaku 12 bulan lamanya. Dalam enam bulan sesudah berakhirnya Perang Asia Timur Raya, Presiden sudah harus menyelesaikan tugasnya menyusun segala peraturan dan membentuk lembaga-lembaga negara sebagaimana diatur oleh UUD 1945, termasuk membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dalam 6 bulan setelah MPR terbentuk, majelis itu sudah harus menyelesaikan tugasnya menyusun undang-undang dasar yang baru.       Â
Pemahaman dan penafsiran saya terhadap ketentuan Aturan Peralihan di atas, didasarkan atas notulen perdebatan dalam rapat-rapat pengesahan UUD 1945, yang menjadi latar belakang perumusan ketentuan Aturan Peralihan itu. Pemahaman itu didukung pula oleh fakta sejarah, dengan diterbitkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945, yang menyerukan kepada rakyat untuk membentuk partai politik dalam rangka penyelenggaraan pemilihan umum, yang akan dilaksanakan tanggal 1 Februari 1946. Dalam maklumat itu antara lain dikatakan bahwa pemilu diperlukan agar pemerintahan negara kita dapat disusun secara demokratis. Mungkin dengan pemilihan umum itu, demikian dikatakan dalam maklumat, Pemerintah kita akan berubah, dan undang-undang dasar kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak. Sayangnya pemilihan umum 1 Februari 1946 itu tidak dapat dilaksanakan. Situasi dalam negeri memburuk akibat kedatangan tentara sekutu yang diboncengi pasukan Belanda. Perang Kemerdekaan berkecamuk, pusat pemerintahan pindah dari Jakarta ke Yogyakarta.        Â
·
Karena Pemilu tidak dapat dilaksanakan, maka UUD 1945
tetap berlaku, sehingga digantikan dengan Konstitusi Republik Indonesia
Serikat, pada tanggal 27 Desember 1949. UUD inipun diganti lagi dengan UUD
Sementara Tahun 1950, setelah bubarnya Republik Indonesia Serikat, dan kita
kembali ke susunan Negara Kesatuan, tanggal 17 Agustus 1950. Pemilihan Umum
1955 telah menghasilkan terbentuknya Konstituante untuk menyusun UUD yang
bersifat tetap. Namun majelis ini dibubarkan Presiden Soekarno melalui Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959, sebelum berhasil menyelesaikan tugasnya. Dekrit
itu, dengan segala kontroversi yang terdapat di dalamnya, menegaskan berlakunya
kembali UUD 1945. Jadi, dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, sampai tibanya
era reformasi, sebenarnya tidak pernah terjadi “perubahan�? undang-undang
dasar. Apa yang terjadi ialah “pergantian�? undang-undang dasar, dari yang
satu ke yang lainnya, seperti saya uraikan tadi. Istilah yang saya gunakan ini,
dijadikan sebagai acuan dalam perdebatan Badan Pekerja MPR, ketika membahas
perubahan UUD 1945 di era
reformasi.       Â
·
Pandangan saya bahwa UUD 1945 harus diubah mengingat
latar belakang historis penyusunanannya, maupun tuntutan perkembangan zaman,
bukanlah pendapat yang populer di era sebelum reformasi. Pendapat yang
dikembangkan pada masa itu ialah UUD 1945 tidak dapat diubah. Kalau ingin
diubah harus melalui referendum, sebagaimana diatur dalam Ketetapan MPR. Saya
berpendapat bahwa TAP MPR itu menyalahi ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Pendapat
Profesor Notonagoro ketika itu, juga dijadikan pegangan, bahwa Pembukaan UUD
1945 tidak boleh diubah. Jika pembukaan diubah, maka akan terjadi pembubaran
negara. Banyak negara di dunia ini yang mengubah seluruh konstitusinya, tanpa
menyebabkan bubarnya negara itu. Saya berpendapat, negara kita ini baru bubar,
jika kita mencabut teks Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945. Negara kita sudah
ada sejak tanggal 17 Agustus 1945, tanpa bergantung kepada UUD 1945 yang baru
disahkan sehari kemudian.    Â
·
Ketidakinginan melakukan perubahan terhadap UUD 1945 di
zaman sebelum reformasi, bukanlah masalah hukum tata negara, tetapi masalah
politik. Politik dapat menentukan diubah atau tidaknya UUD. Tentu perubahan itu
dilakukan dengan cara-cara demokratis dan konstitusional. Di luar cara itu,
adalah perubahan melalui revolusi. Jika cara ini ditempuh, maka sangat
tergantung apakah tindakan itu dapat dipertahankan atau tidak. Jika berhasil,
maka konstitusi itu akan diterima dan kemudian menjadi sah. Jika gagal, maka
perubahan itu dengan sendirinya pula akan gagal. Mereka yang terlibat dalam
revolusi yang berhasil, mungkin akan menjadi “pahlawan�?. Sebaliknya kaum
revolusioner yang gagal, mungkin akan dituduh sebagai “pengkhianat�?.
·
Latar Belakang Perubahan
Keinginan politik untuk mengubah UUD 1945 di era reformasi didorong oleh pengalaman-pengalaman politik selama menjalankan UUD itu dalam dua periode, yakni periode yang disebut sebagai Orde Lama (1959-1966) dan periode yang disebut sebagai Orde Baru (1966-1998). Seperti saya katakan di awal ceramah ini, UUD 1945 memang dibuat dalam keadaan tergesa-gesa, sehingga mengandung segi-segi kelemahan, yang memungkinkan munculnya pemerintahan diktator, baik terang-terangan maupun terselubung, sebagaimana ditunjukkan baik pada masa Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto. UUD 1945 sebelum amandemen, memberikan titik berat kekuasaan kepada Presiden. Majelis Permusyawaratan Rakyat, meskipun disebut sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, dan penjelmaan seluruh rakyat, dalam kenyataannya susunan dan kedudukannya diserahkan untuk diatur dalam undang-undang.        Â
Latar Belakang Perubahan
Keinginan politik untuk mengubah UUD 1945 di era reformasi didorong oleh pengalaman-pengalaman politik selama menjalankan UUD itu dalam dua periode, yakni periode yang disebut sebagai Orde Lama (1959-1966) dan periode yang disebut sebagai Orde Baru (1966-1998). Seperti saya katakan di awal ceramah ini, UUD 1945 memang dibuat dalam keadaan tergesa-gesa, sehingga mengandung segi-segi kelemahan, yang memungkinkan munculnya pemerintahan diktator, baik terang-terangan maupun terselubung, sebagaimana ditunjukkan baik pada masa Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto. UUD 1945 sebelum amandemen, memberikan titik berat kekuasaan kepada Presiden. Majelis Permusyawaratan Rakyat, meskipun disebut sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, dan penjelmaan seluruh rakyat, dalam kenyataannya susunan dan kedudukannya diserahkan untuk diatur dalam undang-undang.        Â
·
Presiden Soekarno bahkan mengangkat seluruh anggota MPR
tanpa proses Pemilu. Presiden Soeharto telah merekayasa undang-undang susunan
dan kedudukan MPR, sehingga majelis itu tidak berdaya dalam mengawasi Presiden,
dan bahkan tidak dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya secara optimal. UUD
1945 juga mengandung ketidakjelasan mengenai batas periode masa jabatan Presiden.
MPRS pernah mengangkat Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup. MPR
Orde Baru berkali-kali mengangkat Presiden Soeharto, sampai akhirnya, atas
desakan berbagai pihak, menyatakan berhenti di era awal reformasi, tanggal 21
Mei 1998. Keinginan untuk menghindari kediktatoran, baik terbuka maupun
terselubung, dan membangun pemerintahan yang demokratis, menjadi latar belakang
yang penting yang mendorong proses perubahan UUD 1945 pada era
reformasi.       Â
·
Keinginan untuk menata ulang kedudukan lembaga-lembaga
negara, agar terciptanya “check
and balances�? juga terasa begitu kuatnya. Demikian pula
keinginan untuk memperjuangkan tegaknya hukum dan pengakuan serta perlindungan
terhadap hak asasi manusia. Keinginan untuk memberikan perhatian yang lebih
besar kepada daerah-daerah juga demikian menguat, sehingga
kewenangan-kewenangan Pemerintah Daerah juga perlu diperkuat, untuk mencegah
terjadinya disintegrasi. Pada akhirnya, keinginan yang teguh untuk membangun
kesejahteraan rakyat, yang telah lama menjadi harapan dan impian, terasa
demikian menguat pada era reformasi. Itulah antara lain, latar belakang
keinginan dan aspirasi yang mengiringi perubahan Undang-Undang Dasar 1945.
Namun perubahan itu dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil
Pemilu 1999, yang diikuti oleh partai-partai politik, baik lama maupun baru,
yang ternyata tidak menghasilkan kekuatan mayoritas. Dalam situasi seperti itu,
dapat dipahami jika perumusan pasal-pasal perubahan penuh dengan
kompromi-kompromi politik, yang tidak selalu mudah dipahami dari sudut pandang
hukum tata negara. Proses perubahan itu dipersiapkan oleh Panita Ad Hoc MPR,
yang mencerminkan kekuatan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya. Akhinya
terjadilah empat kali perubahan, dalam bentuk penambahan dan penghapusan
ayat-ayat, namun secara keseluruhan, tetap terdiri atas 37 Pasal, yang secara
keseluruhan, ternyata lebih banyak materi muatannya dari naskah sebelum
dilakukan perubahan.
·
Meskipun terjadi empat kali perubahan, namun semua
fraksi yang ada di MPR sejak awal telah menyepakati untuk tidak mengubah
Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian, pikiran-pikiran dasar bernegara
sebagaimana termaktub di dalamnya, tetap seperti semula. Namun implementasi
pikiran-pikiran dasar itu ke dalam struktur ketatanegaraan, sebagaimana akan
saya jelaskan nanti, memang cukup besar. Kesepakatan untuk tidak mengubah
Pembukaan ini, memang menunjukkan keinginan fraksi-fraksi untuk menghindari
perdebatan yang bersifat filsafat dan ideologi, yang nampaknya memetikÂ
pelajaran dari sejarah perdebatan, baik dalam proses penyusunan UUD 1945 di
masa pendudukan Jepang maupun perdebatan-perdebatan yang sama di Konstituante.
Dua fraksi, yakni Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Bulan
Bintang memang mengusulkan perubahan ketentuan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945,
sebagaimana teks Piagam Jakarta, khusus yang berkaitan dengan syariat Islam.
Namun perubahan itu tidak mereka tujukan kepada Pembukaan sebagaimana kedudukan
awal dari Piagam Jakarta. Usul perubahan itu kemudian mereka tarik, mengingat
kemungkina
Subscribe to:
Posts (Atom)